Kamis, 03 Desember 2015

Besan ..bersanding ..!

Melakoni tahapan kehidupan .... melepas anak - anak membagun kehidupanya sendiri , semoga dengan bekal Iman , ilmu , amal dan doa restu kita semua , mereka dapat hidup mandiri di jalan yang di ridhoi ... Tut wuri Handayani ..

Rabu, 25 November 2015

walimah

 “Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerah-Nya.” (QS. An-Nur:32)

Kereta Api Express Kuala Namu

Satu satunya bandar udara di Indonesia yang lengkap tranportasi daratnya adalah bandara Kuala Namu , Deli Serdang  ( Medan ) Sumatera Utara . Kereta Api cepat yang melayani  penumpang dari dan ke Bandara Kuala Namu melalui stasiun besar Kerata Api di Medan , memiliki fasilitas yang sangat baik , di bandara maupun di stasiun kerata api Medan .  Kereta api yang bagus  ( baru ? ) , pelayanan yang baik , ongkos / tarif yang " murah " , hanya Rp . 100.000 ( seratus ribu rupiah ) dan tepat waktu ( 99,90 %  ! ) sehingga waktu tempuh hanya 30 menti saja , menjadi daya tarik utama bagi penumpang .

Istana Maimun , Medan , Sumatera Utara

Salah satu daya tarik wisata kota Medan adalah Istana Maimun . Didesain oleh arsitek Italia dan dibangun oleh Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid. Pembangunan istana ini dimulai dari 26 Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan 30 ruangan. Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan.
Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Spanyol, India dan Italia. (wikipedia).
Untuk merawat / memelihara warisan budaya ini , selain mendapat bantuan dari Pemerintah , pihak Istana Maimun mengenakan karcis masuk sebesar Rp 5000 ( lima ribu rupiah ) per kepala dan menyewakan lahan nya untuk kios - kios souvernir . Dan yang paling menyedihkan ( ! ) , ruang ruang Istana dikapling jadi kios kios souvenis juga ..  mudah 2 an bukan untuk menopang kehidupan anak keterunan Sulatan Deli !

Selasa, 24 November 2015

Danau Toba Nov 2015

Tak pernah disangka dan diduga , apalagi direncanakan atau bahkan dibayangkan.. Akhirnya kami , khususnya mama dapat juga berwisata ( hehe..) ke danau Toba .! Walau cuma setengah hari dan menempuh perjalanan panjang dan melelahkan , menempuh ratusan kilometer dengan angkutan umum.. mama cukup puas....Hehe..

Senin, 02 November 2015

Desa tetebatu

Tempat tinggal kami terletatak dipinggir kota , antara kota Makassar dan Maros . Jadi masih dapat kita temui sawah dan kerbau disekitar rumah , Apalagi di awal tahun 1980 an . Tetapi nampaknya tak lama lagi semua akan tinggal kenangan , karena geliat pembangunan perumahan dan ruko sudah mulai merambah pemukiman kami . Suasana yg hijau segar akan digantikan tembok kaku abu abu...

Minggu, 01 November 2015

losari okt 2015

Pantai Losari kota Makassar masih tetap menjadi pilihan utama untuk jalan jalan pagi , khususnya hari minggu pagi bagi warga Mamminasata ( Makasar , Maros , Gowa dan Takalar ) . Apalagi disediakan fasilitas senam ( instruktur dan sound sistem ) secara gratis plus sarapan pagi , mulai bubur ayam , bubur manado , lontong sayur sampai bubur kacang ijo ( tapi yg ini beli sediri lho ! ) .

Selasa, 27 Oktober 2015

Berusahanlah melakukan apa yang Engkau katakan

Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” [QS. Ash-Shaff : 2].
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” [QS. Al-Baqarah : 44].

Mari kita perhatikan apa yang dijelaskan oleh Ibnu Katsiir rahimahullah saat menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 44 :
والغرض أن الله تعالى ذمهم على هذا الصنيع ونبههم على خطئهم في حق أنفسهم، حيث كانوا يأمرون بالخير ولا يفعلونه، وليس المراد ذمهم على أمرهم بالبر مع تركهم له، بل على تركهم له، فإن الأمر بالمعروف [معروف] وهو واجب على العالم، ولكن [الواجب و] الأولى بالعالم أن يفعله مع أمرهم به، ولا يتخلف عنهم، كما قال شعيب، عليه السلام: { وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ } [هود: 88].
“Maksud ayat itu adalah bahwasannya Allah ta’ala mencela perbuatan mereka dan memberikan peringatan atas kesalahan mereka terhadap hak diri mereka sendiri. Yaitu ketika mereka memerintahkan kebaikan, namun mereka sendiri tidak melakukannya. Dan tidaklah yang dimaksudkan ayat ini adalah celaan terhadap perbuatan mereka yang memerintahkan kebaikan namun mereka meninggalkannya (tidak melakukannya); akan tetapi yang dimaksud adalah celaan karena mereka meninggalkan perbuatan kebaikan itu sendiri. Hal itu dikarenakan mengajak kepada kebaikan adalah kewajiban bagi orang yang ‘aalim, akan tetapi lebih diwajibkan lagi bagi orang ‘aalim untuk melakukannya, selain juga memerintahkan kepadanya dan tidak menyelisihinya. Sebagaimana dikatakan Syu’aib ‘alaihis-salaam : ‘Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali’ (QS. Huud : 88)” [Tafsiir Ibni Katsiir, 1/247, tahqiq : Saamiy bin Muhammad Salaamah; Daar Thayyibah, Cet. 2/1420 H].
Ada dua kewajiban yang Allah ta’ala bebankan pada kita, yaitu :
1.      mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemunkaran, serta
2.      mengajak orang lain dalam kebaikan dan mencegah orang lain berbuat kemunkaran.
Dengan ini, kita ketahui kekeliruan persepsi sebagian orang yang meninggalkan hal yang kedua, dengan alasan tidak/belum melakukan hal yang pertama. Bahkan ia tetap wajib melakukan hal yang kedua (meskipun tidak melakukan yang pertama)[1].
Allah ta’ala berfirman :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” [QS. Luqmaan : 17].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَالَّذِي نَفْسِي بيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابا مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلَا يَسْتَجِيب لَكُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian tetap menyuruh berbuat kebaikan dan melarang perbuatan munkar, atau (jika kalian tidak melakukannya) hampir saja Allah menurunkan siksa-Nya kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya namun tidak dikabulkan” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/388-389, At-Tirmidziy no. 2169, Al-Baihaqiy dalam Kubraa 10/93, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 4154, dan yang lainnya; hasan].
Meninggalkan satu kewajiban masih jauh lebih baik daripada meninggalkan dua kewajiban sekaligus, yang tentunya, dosanya lebih besar. Dan perlu dipahami bahwa, mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemunkaran bukanlah syarat bagi seseorang diperbolehkan mengajak orang lain berbuat baik dan mencegah kemunkaran. Seandainya hal itu menjadi persyaratan, niscaya amar ma’ruf nahi munkar banyak ditinggalkan orang.
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
وقال الحسن لمطرف بن عبدالله: عظ أصحابك، فقال إني أخاف أن أقول ما لا أفعل، قال: يرحمك الله وأينا يفعل ما يقول ويود الشيطان أنه قد ظفر بهذا، فلم يأمر أحد بمعروف ولم ينه عن منكر. وقال مالك عن ربيعة بن أبي عبدالرحمن سمعت سعيد بن جبير يقول: لو كان المرء لا يأمر بالمعروف ولا ينهى عن المنكر حتى لا يكون فيه شيء، ما أمر أحد بمعروف ولا نهى عن منكر. قال مالك: وصدق، من ذا الذي ليس فيه شيء.
Al-Hasan berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah : “Nasihatilah shahabatmu”. Ia (Mutharrif) menjawab : “Sesungguhnya aku takut mengatakan apa yang tidak aku perbuat”. Al-Hasan berkata : “Semoga Allah merahmatimu. Dan siapakah di antara kita yang mampu melakukan semua yang dikatakannya ?. Setan sangatlah ingin mendapatkan keinginannya melalui perkataan ini, hingga tidak ada seorang pun yang menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran”.
Telah berkata Maalik, dari Rabii’ah bin Abi ‘Abdirrahmaan : Aku mendengar Sa’iid bin Jubair berkata : “Seandainya seseorang tidak boleh mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran hingga tidak ada dosa sedikitpun padanya (karena ia mengerjakan kebaikan yang ia perintahkan kepada orang lain, dan meninggalkan kemunkaran yang ia cegah kepada orang lain), niscaya tidak ada seorang pun yang akan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran”. Maalik berkata : “Ia benar. Siapakah orang yang tidak mempunyai dosa sama sekali ?” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 1/367-368, tahqiiq : Hisyaam bin Samiir Al-Bukhaariy; Daaru ‘Aalamil-Kutub, Cet. Thn. 1423 H].
Adapun hal meninggalkan perbuatan itu sendiri bagi individu, maka ia perlu dirinci. Jika yang ditinggalkannya itu adalah perkara sunnah, pada asalnya ia tidaklah diancam dengan dosa.[2] Lain halnya jika yang ditinggalkannya itu adalah kewajiban, maka ia berhak mendapatkan ancaman.
Namun harus dikatakan bahwa termasuk kesempurnaan amar ma’ruf dan nahi munkar yang kita lakukan (kepada orang lain), kita sendiri mengerjakan apa yang kita dakwahkan. Islam tidaklah mendorong terciptanya generasi NATO (Not Action Talk Only) atau OMDO (Omong Doang). Orang akan lebih tergerak dan menyambut seruan yang kita sampaikan apabila melihat contoh tersebut ada pada diri kita. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan kita.
فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ قَضِيَّةِ الْكِتَابِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: قُومُوا فَانْحَرُوا، ثُمَّ احْلِقُوا، قَالَ: فَوَاللَّهِ مَا قَامَ مِنْهُمْ رَجُلٌ حَتَّى قَالَ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَلَمَّا لَمْ يَقُمْ مِنْهُمْ أَحَدٌ دَخَلَ عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَذَكَرَ لَهَا مَا لَقِيَ مِنَ النَّاسِ، فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَتُحِبُّ ذَلِكَ اخْرُجْ، ثُمَّ لَا تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ كَلِمَةً حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وَتَدْعُوَ حَالِقَكَ فَيَحْلِقَكَ، فَخَرَجَ فَلَمْ يُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ حَتَّى فَعَلَ ذَلِكَ نَحَرَ بُدْنَهُ وَدَعَا حَالِقَهُ فَحَلَقَهُ، فَلَمَّا رَأَوْا ذَلِكَ قَامُوا فَنَحَرُوا وَجَعَلَ بَعْضُهُمْ يَحْلِقُ بَعْضًا حَتَّى كَادَ بَعْضُهُمْ يَقْتُلُ بَعْضًا غَمًّا
“Ketika selesai membuat perjanjian (Hudaibiyyah), Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para shahabatnya : “Berdirilah, sembelihlah hewan kalian, lalu bercukurlah”. Perawi berkata : “Demi Allah, tidak ada satu pun dari mereka yang berdiri hingga beliau mengulangnya sebanyak tiga kali”.[3] Ketika tidak ada satupun dari mereka yang berdiri, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui Ummu Salamah dan menceritakan kepadanya sikap yang beliau temui dari para shahabat tadi. Ummu Salamah berkata : “Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin orang-orang melakukannya ?. Keluarlah, kemudian janganlah engkau berbicara sepatah katapun pada mereka hingga engkau menyembelih ontamu, dan engkau panggil tukang cukurmu untuk mencukur rambutmu”. Kemudian beliau keluar tanpa berbicara pada seorang pun dari mereka hingga melakukannya, yaitu menyembelih onta dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut beliau. Ketika para shahabat melihat hal itu, mereka pun segera berdiri dan menyembelih hewan-hewan mereka. Sementara itu, sebagian dari mereka mencukur rambut sebagian yang lain, hingga sebagian mereka membunuh sebagian yang lain (terjadi pertengkaran, karena berlomba-lomba ingin mengikuti beliau)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2734].
Dan,..... ada satu hal yang mungkin perlu saya ingatkan (yang mungkin kita sering terlupa), yaitu..... jangan sekali-kali kita mencela perbuatan baik orang lain dalam ajakannya kepada kebaikan atau larangannya terhadap kemunkaran, dengan prasangka/perkataan : ‘ah, ente omdo (omong doang)’. Jika kita melihat ia kurang dalam pengamalan atas apa yang ia katakan, maka yang seharusnya kita lakukan : mendorongnya untuk mengamalkan apa yang ia katakan (tanpa mengendurkan semangatnya dalam kebaikan).
Allah ta’ala akan membalas semua kebaikan yang dilakukan hamba-Nya. Tidak terkecuali, Anda, saya, atau mereka.
وَمَا يَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ يُكْفَرُوهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ
“Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala) nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa” [QS. Aali ‘Imraan : 115].
Semoga tulisan kecil ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’, jl. Arjuna 4/6, wonokarto, wonogiri].

[1]     Dan bahkan wajib mengerjakan dua-duanya sekaligus.
[2]     Dengan dalil :
حدثنا إسماعيل قال: حدثني مالك بن أنس، عن عمه أبي سهيل بن مالك، عن أبيه، أنه سمع طلحة بن عبيد الله يقول: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم من أهل نجد، ثائر الرأس، يسمع دوي صوته ولا يفقه ما يقول، حتى دنا، فإذا هو يسأل عن الإسلام، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (خمس صلوات في اليوم والليلة) فقال: هل علي غيرها؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (وصيام رمضان). قال هل علي غيره؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال: وذكر له رسول الله صلى الله عليه وسلم الزكاة، قال: هل علي غيرها؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال: فأدبر الرجل وهو يقول: والله لا أزيد على هذا ولا أنقص، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (أفلح إن صدق).
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Maalik bin Anas, dari pamannya yang bernama Abu Suhail bin Maalik, dari ayahnya, bahwasannya ia mendengar Thalhah bin ‘Ubaidillah berkata : Datang seorang laki-laki penduduk Najd kepada Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam, kepalanya telah beruban, gaung suaranya terdengar tetapi tidak bisa dipahami apa yang dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya tentang Islam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Shalat lima waktu dalam sehari semalam”. Ia bertanya lagi : “Adakah aku punya kewajiban shalat lainnya ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian menyebutkan puasa di bulan Ramadlan. Ia bertanya lagi : “Adakah aku mempunyai kewajiban puasa selainnya ?”. Beliau menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Perawi (Thalhah) mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian menyebutkan tentang zakat kepadanya. Maka ia pun kembali bertanya : “Adakah aku punya kewajiban lainnya ?”. Beliau menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Perawi mengatakan : Selanjutnya orang ini pergi seraya berkata : “Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan mengurangi ini”. Mendengar hal itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun berkata : “Niscaya ia akan beruntung jika ia benar-benar melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 46, tarqim : Muhammad Fuaad ‘Abdil-Baqiy; Al-Mathba’ah As-Salafiyyah, Cet. 1/1400 H].
[3]     Karena para shahabat sangat marah atas dilaksanakannya perjanjian Hudaibiyyah yang dirasakan sangat tidak adil dan merugikan kaum muslimin.


SPREAD THE LOVE, SHARE OUR ARTICLE

Kamis, 22 Oktober 2015

Nikah

Kisaran 17 Oktober 2015.

kitbah / meminang

Kota Kisaran , ibu kota kabupaten Asahan , sekitar 450 km selatan kota Medan , disanalah kami berada untuk kurang lebih satu minggu dalam rangka kitbah/ meminang dan dilanjutkan dengan Akad Nikah , Dinu dengan Nila Novita Sari Tanjung . Dara kota kisaran , keturunan Minang . Karena letaknya yang sangat jauhh..dari Makassar , hanya kami berdua saja yang pergi . Alhamdulillah , semua berjalan lancar dan mudah . Semoga dapat membangun keluarga yang sehat sejahtera , berberkah dan bahagia , rukun tenteram hingga ke anak cucu.. Sakinah , mawaddah dan warahmah..Amin ..

Rabu, 21 Oktober 2015

Bandara Sepinggan Balikpapan

Stranded di bandara Sepinggan balikpapan , sekarang bernama bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman , lebih dari 5 jam , dalam perjalanan pulang dari Medan ke Makassar . Penyebabnya kabut asap tebal menutupi bandara tarakan sehingga tidak ada pesawa yang dapat mendarat di tarakan . Termasuk pesawat yang akan membawa kami ke Makassar ( ex tarakan ) . Menunngu sekian lama di bandara ternyata tidak betah . Bandara baru dengan 4 lantai yang cukup besar , fasilitas utama pelayanan penumpang yang berada di ruang tunggu , seperti AC tidak memadai , membuat penumpang kegerahan .....

Kota Kisaran oktober 2015

Kota kisaran adalah  ibukota kabupaten Asahan . Terletak di propinsi sumatera utara dan berjarak kurang lebih 450 km arah selatan kota Medan yang dapat ditempuh sekitar 4 jam perjalanan dengan kereta api atau bisa 3 jam dengan mobil travel malam hari. Kota dengan banyak gedung tinggi , rata - rata 4 lantai , tetapi tampak sunyi sepi dari kegiatan kemanusiaan . Ternyata gedung - gedung dimaksud di huni oleh burung  burung walet ... alias sebagai usaha sarang walet...

Stasiun Kereta Api Kota Medan

Di luar Jawa , kereta api hanya ada di Sumatera , itupun hanya di Medan , Palembang dan Padang  dengan jalur pendek yang terbatas . Di Medan nampaknya sudah dikelola dengan baik , sehingga banyak diminati oleh masyarakat luas . Kereta relatif baru dan dirawat dengan baik , sehingga membuat masyarakat merasa nyaman dan aman menumpang kerata api untuk kebutuhan transportasi mereka sehari - hari .

Bandara Kualanamu Medan

Interior bandara kualanamu , medan okt 2015 , Bandara baru yang komplit dengan dukungan sarana transportasi darat / umum . Ada bus umum , taxi , dan kereta api ..... bukan main...
Transit sejenak sebelum melanjutkan ke Kisaran ....

Kamis, 06 Agustus 2015

Mudik Lebaran 1436 H / 2015 ke Bangka !

Lebaran kali ini , Iedul Fitri 1436 H / 2015 , kami berdua pulang kampung ( mudik.. sekali sekali ..) ke Bangka . Walau baru dapat pulang setelah lebaran , kami tetap senang dan bahagia . Dapat bertemu dengan keluarga  besar di Mentok dan Sungailiat , juga  kawan - kawan lama . Pesiar ke bangka rasanya tak lengkap kalo tak ke pantai.... ini beberapa pantai yg sempat kami kunjungi..

Rabu, 24 Juni 2015

Hafiz Ramadhan 1436 / 2015


Hafiz lagi gaya , menyambut Opa pulang dari Tarawih..!

Jumat, 03 April 2015

10 Tips Agar Anak Gemar Membaca

Seorang pembaca blog ini pernah bertanya, “Bagaimana caranya mengajak anak kita supaya gemar membaca?”
Hmm, pertanyaan yang menarik dan penting untuk dijawab.
Jawaban saya waktu itu adalah, “Orangtua harus memberi contoh dengan rajin membaca di depan anak-anaknya. Ada acara membaca keluarga, di mana masing-masing anggota berkumpul dan membaca buku kesukaan masing-masing. Anak sering diajak main ke toko buku dan browsing buku kesukaan mereka. Terakhir, sering-sering diceritakan dongeng dengan membacakannya langsung sehingga anak tertarik untuk belajar sendiri.”
Sebagai orangtua, kita mungkin mengajarkan kepada anak kita cara membaca, namun belum tentu kita memberi contoh kepadanya untuk gemar membaca.
Secara tak sengaja, saya menemukan aplikasi menarik di Apple iTunes berjudul “Reading for Kids. 100 Ways To Encourage Your Kids To Read.” Tips ini serta merta membuat ide saya berkembang. Ternyata banyak sekali aktivitas kecil dan ringan yang bisa dilakukan untuk membentuk sebuah kebiasaan. Dan inilah beberapa tips menarik yang saya dapatkan dari aplikasi tersebut ditambah sharing dari saya pribadi.

1. Berangkat ke Kebun Binatang atau Sirkus, kemudian cari buku tentang binatang yang baru dilihat anak Anda.
Anak-anak sangat senang ke kebun binatang dan mereka akan terus bercerita apa yang dia lihat sepanjang jalan. Setelah pulang, singgah sebentar ke toko buku dan temukan binatang yang paling dia sukai. Yakinlah anak Anda pasti akan senang membaca buku tersebut.

2. Jika anak melihat sesuatu yang menarik di TV, temukan buku tentang hal tersebut.
Ada kalanya anak Anda menonton TV dan tertarik dengan bagaimana gerhana terjadi, maka carilah buku yang membahas topik tersebut. Karena ketertarikan muncul dari sang anak, kemungkinan besar dia akan senang membaca dan ingin tahu lebih jauh tentang topik yang menarik perhatiannya.

3. Ceritakan kepada anak buku yang baru saja Anda baca.
Bacakan bagian tertentu yang menarik dari buku tersebut dan letakkan di tempat yang mudah dijangkau anak Anda jika dia ingin membacanya sendiri.
Terkadang anak kita juga ingin tahu buku yang dibaca orangtuanya. Mengapa tidak menceritakannya kepada Anak Anda? Ini sekaligus melatih kita sebagai orangtua untuk merangkum buku tersebut secara sederhana dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. Tak hanya itu, anak-anak juga punya rasa ingin tahu yang besar dan dia akan berusaha mencari tahu mengapa orangtuanya membaca buku tersebut.

4. Bacakan buku favorit dan sering-seringlah mengulangnya.
Anak Anda akan belajar tentang kisah tersebut dan mulai belajar tentang mengapa membaca itu penting dan menarik.
Pengulangan menciptakan efek yang kuat dalam daya ingat anak Anda. Mereka akan mengenang kegiatan tersebut dan ingin mengulanginya kembali dengan cara membaca buku yang membawanya ke ingatan masa lalu.

5. Jawablah selalu pertanyaan Anak Anda.
Dengarkan baik-baik dan sabar apa yang dia tanyakan dan jawablah dengan penuh perhatian dan kesabaran pula. Jika perlu, ajak anak Anda ke toko buku atau perpustakaan untuk menemukan jawaban atas pertanyaannya. Anda dapat pula melakukan kegiatan bersama seperti menemukan jawaban pertanyaan tersebut dalam ensiklopedi, kamus atau browsing google bersama sang anak.

6. Belikan buku sebagai hadiah ulang tahun sahabat anak Anda.
Biarkan anak Anda memilih buku yang akan dijadikan sebagai hadiah kepada sahabatnya. Dia akan belajar buku adalah benda yang bermanfaat buat orang-orang terdekatnya.

7. Ketika Anda memiliki waktu luang bersama anak, ceritakan sebuah kisah kepadanya.
Setelah Anda selesai bercerita, mintalah anak Anda bercerita sebuah kisah yang ingin dia ceritakan. Proses ini akan membangun kedekatan antara anak dan orangtua sekaligus mengajak keduanya untuk gemar membaca sebelum bisa menceritakan kisah-kisah baru.

8. Buat daftar buku yang dimiliki anak Anda dan tempelkan di lemari es dan beri tanda buat buku yang selesai.
Berikan kesempatan anak Anda untuk menempelkan tanda bintang pada setiap buku yang sudah selesai dia baca. Ini memberikan sebuah “sense of accomplishment” dan memacu anak untuk membaca lagi dan lagi.

9. Jangan pernah memaksa anak Anda membaca atau menyelesaikan buku yang tidak dia sukai.
Ini akan memberi pengalaman buruk dan membuatnya benci membaca. Biarkan dia menemukan apa yang dia sukai dan ajaklah membaca hal-hal tersebut.

10. Jika anak melihat Anda sedang membaca sebuah buku dan menikmatinya, mereka juga akan tertarik.
Sebagai orangtua, tunjukkanlah bahwa Anda memang gemar membaca dan menjadikannya sebagai kegiatan yang menarik dan rutin dilakukan. Anak-anak akan mencontoh apa yang dilakukan orangtuanya apalagi jika mereka melihat orangtuanya sangat menikmatmati buku yang dibaca.
Ternyata tidak sulit mengajak anak gemar membaca. Ada banyak kegiatan sederhana yang bisa kita lakukan untuk membiasakan anak membaca. Jika Anda sering melakukan hal tersebut di masa kecil sang anak, maka ketika besar nanti mereka akan menjadi orang yang gemar membaca.
Dan yang jauh lebih penting, mereka akan memandang kegiatan membaca sebagai aktivitas yang menyenangkan dan memberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi hal-hal baru.

 by MUHAMMAD NOER 

Hafiz Gondrong !

Sejak di gundul ketika usia baru 40 hari , hafiz belum pernah lagi cukur  / potong rambut . Rambut di biarkan gondrong awut-awutan .. tetangga sampe pangling.. ini cowok atau cewek sich..?Tunggu Om Dinu datang baru cukur ..katanya ...(bundanya....! )

Kamis, 19 Maret 2015

Jontor !

Dalam rangka belajar jalan.. ketika mau berdiri dari posisi yg sebelumnya merangkak..hafiz terpeleset .. dan bukkkk....!  bibirnya menghantam lantai dan berdarah ....hehehe...bengkak dech ....

Senin, 16 Maret 2015

Hafiz dan opa 1


Pesawatku !

Hafiz dengan pesawat nya ....ngeng...ngeng.........

Jumat, 06 Maret 2015

Berharap bahagia sampai akhir masa..


Manfaat bersyukur

Manfaat bersyukur adalah dapat memberi kegembiraan dalam jiwa, membuka cakrawala hati menjadi luas, membuka pintu-pintu kesuksesan juga menjadi engine menggerak kebahagiaan, kegembiraan produktifitas. Bersyukur dalam hidup ini melahirkan sikap optimis, sikap optimis hanya akan muncul bila kita senantiasa bersyukur karena sikap optimis tertanam keyakinan datangnya kesembuhan ketika sakit, datangnya keberhasilan ketika gagal, datangnya menang ketika kalah, datangnya kebahagiaan ketika bersedih. Membuka pintu harapan, menenangkan hati terhadap rasa takut, menghimpun segala kekuatan membangkitkan semangat memohon pertolongan, bertawakal kepada Allah. Setiap orang yang beriman yakin akan janji Allah bahwa. ‘Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan’ (QS. al-Insyiraah : 5-6).
Kemampuan mensyukuri nikmat Allah berarti kita menyakini tidak ada yang disebut dengan keberhasilan terlambat datang, tidak ada kebahagiaan yang bisa tertunda sehingga kita tidak perlu tergesa-gesa atau gelisah menghadapi masa sulit karena segala urusan didalam hidup kita ada didalam genggaman Allah yang mencipta   mengatur segala kehidupan di alam semesta ini. Allah tidak mentakdirkan sesuatu melainkan ada hikmah yang dikehendakiNya karena Allah Maha Bijak   Maha Mengetahui, maka tidak ada yang sia-sia di dalam hidup kita.

                Banyak kebaikan yang melimpah ruah yang tersembunyi dibalik peristiwa menyedihkan yang tidak kita sukai, tanpa kita sadari dibalik peristiwa yang menurut kita pahit ternyata manis dikemudian hari. Menurut kita menyedihkan namun membahagiakan dilain waktu, sebagaimana Firman Allah yang berbunyi, ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahuinya.’ (QS. al-Baqarah : 216).

Minggu, 01 Maret 2015

Hafiz belajar jalan

Hafiz sudah bisa berjalan selangkah dua langkah.. , setiap pagi latihan jalan di depan rumah tapi masih takut dan ragu-ragu....  Pegangan pintu pagar dulu ach .... hehehe....

SIAPAKAH YANG LEBIH BERHAK DAN SAH MENJADI IMAM


Dipublikasikan pada Rabu, 05/02/2014 16:22 | 
Ust. Prof. DR. HABIB AHMAD AL KAFF, MA
Yang paling berhak menjadi imam shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya, yang mengetahui hukum-hukum shalat. Kalau kemampuannya setara, maka dipilih yang paling dalam ilmu fiqhnya. Kalau ternyata kemampuannya juga setara, maka dipilih yang paling dulu hijrahnya. Kalau ternyata dalam hijrahnya sama, maka dipilih yang lebih dulu masuk Islam. Dasarnya adalah hadits berikut,
Abu Mas’ud Al-Anshari Radhiallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam telah bersabda,
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
Dari Abu mas’ud Uqbah bin Amru Al Anshari Radhiallahu Anhu bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Yang mengimami sebuah kaum adalah orang yang paling bisa membaca (aqra’) Al Qur’an. Jika mereka sama dalam hal bacaan Al Qur’an, maka yang mengimami adalah orang yang lebih tahu tentang as sunah. Jika mereka sama dalam hal as sunah, maka yang mengimami adalah orang yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka sama dalam hal hijrah, maka hendaklah yang mengimami adalah yang lebih dahulu masuk Islam. Janganlah seorang (tamu) mengimami orang lain (tuan rumah dll)  yang berkuasa (di rumahnya, di masjidnya, di majlisnya dll-edt), dan janganlah seorang (tamu) duduk di kursi yang dikhususkan untuk tuan rumah kecuali bila tuan rumah mengizinkannya”. (HR. Muslim, Kitab Al Masaajid, Bab Man Ahaqqu Bil Imamah)
Dalam lafazh yang lain,
فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَكْبَرُهُمْ سِنًّا
“ …Jika mereka sama dalam hal hijrah, maka hendaklah yang mengimami adalah yang lebih tua usianya”. (HR. Muslim)
عن عطاء قال : يؤم القوم أفقههم
Dari ‘Atha’ berkata: “Hendaklah yang mengimami sebuah kaum adalah orang yang paling faqih”. [Mushonnaf Ibni Abi Syaibah]
Berdasar beberapa hadits ini, para ulama menyebutkan urutan orang yang lebih berhak menjadi imam shalat adalah sebagai berikut:
1.      Al Aqra’ Bil Quran
Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari Al Aqra’ bil Qur’an, apakah orang yang lebih banyak hafalannya ataukah orang yang lebih bagus bacaannya.
Pendapat yang menyatakan bahwa orang yang hafal ayat-ayat Al Qur’an lebih banyak, didahulukan atas orang lain, sekalipun atas orang yang lebih bagus bacaannya merupakan pendapat imam Ibnu Sirin, Sufyan Ats Tsauri, Ishaq bin rahawaih, Abu Yusuf dan Ibnu Mundzir. Pendapat ini juga diikuti oleh sebagian ulama madzhab Syafi’i dan Hambali. Di antara ulama kontemporer yang berpegang dengan pendapat ini adalah syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin.
Pendapat ini berdasarkan hadits ’Amr bin Salamah Radhiallaahu Anhu,
عَنْ عَمْرِو بْنِ سَلَمَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا. فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنَ الرُّكْبَانِ فَقَدَّمُونِي بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ
Dari Amru bin Salamah bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Jika shalat telah tiba, hendaklah salah seorang kalian mengumandangkan adzan dan hendaklah yang mengimami kalian adalah orang yang paling banyak hafalan Al Qur’annya.  Mereka pun melihat siapa yang paling banyak hafalannya. Ternyata tidak ada seorang pun dari kaumku yang paling banyak hafalannya melainkan aku, karena sebelumnya aku mendapatkannya dari rombongan musafir. Kaumku pun memajukan aku di hadapan mereka untuk mengimami mereka, padahal saat itu usiaku masih enam atau tujuh tahun”. (HR. Bukhari Kitab Al Maghazi, Abu Dawud Kitab As Shalah. An Nasa’i Kitab Al-Adzan. Ahmad)
Juga berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallaahu Anhu,
   قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلمإِذَا كَانُوا ثَلاَثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan, “Jika kalian berjumlah tiga orang (dan hendak mengerjakan shalat berjama’ah) maka hendaklah salah seorang dari kalian yang paling banyak hafalannya (qori’) menjadi imam”. (HR. Muslim)
Ada juga yang berpendapat bahwa maksudnya adalah yang paling bagus tajwid-nya dan paling bagus mutu bacaannya (أجودهم وأحسنهم وأتقنهم قراءة). Ini adalah pendapat madzhab Maliki, sebagian besar madzhab Syafi’i dan banyak ulama madzhab Hanbali. Namun pendapat pertama lah yang lebih kuat berdasarkan kedua hadits di atas.
Akan tetapi jika mereka sama dalam hafalan Al-Qur’annya dimana seluruh orang yang shalat atau orang yang akan dimajukan sebagai imam telah hafal Al-Qur’an, baru dipilih mana yang paling mantap (كان أتقنهم قراءة وأضبط لها) dan bagus bacaannya. Karena itulah arti yang paling bagus Al-Qur’annya bagi mereka semua yang dalam hafalan sama. (Lihat Al-Mufhim oleh Al-Qurthubi, Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, dan Nailul-Authar oleh Asy-Syaukani)
Berbeda lagi bagi mereka yang memahaminya secara makna ‘tersirat’. Maka ‘Al-Aqra’ pada hadits mengindikasikan mereka yag faham fiqih. Dan ini yang dilakukan oleh Imam Malik dan Syafi’i.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pendapat-pendapat tersebut, karena pada dasarnya, dulunya mereka yang bagus bacaan Al-Qur’annya itu adalah mereka paling faham fiqihnya, pun begitu sebaliknya, mereka yang bagus fiqihnya bagus juga bacaan dan hafalan Al-Qur’annya.
Akan tetapi sekarang kita lebih membutuhkan yang mana? Melihat bahwa kenyataannya mereka yang bagus serta punya banyak hafalan Al-Qurannya tidak selamanya mereka juga faham fiqih, pun begitu sebaliknya sekarang ini, mereka yang faham fiqih tidak selamanya punya bacaan bagus dan banyak hafalannya.
Pilih mana? Yang bagus bacaan dan banyak hafalan Al-Qur’annya, atau yang paling faham tentang urusan fiqih? Yang jelas mereka yang mempunyai keduanya sangat kita tunggu kehadirannya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullahu mengatakan,
ولا يخفى أن محل تقديم الأقرأ إنما هو حيث يكون عارفًا بما يتعين معرفته من أحوال الصلاة، فأما إذا كان جاهلاً بذلك فلا يقدم اتفاقاً
“Sudah jelas bahwa dikedepankannya orang-orang yang paling pandai bacaan Al-Qur’annya berarti ia juga orang yang paling mengerti kondisi shalatnya sendiri. Namun kalau ternyata tidak mengerti kondisi shalatnya, secara mufakat dikatakan bahwa ia tidak berhak dikedepankan”. [Fathul-Bari) (Lihat Hasyiyah Ibni Qasim ’alar-Raudlil-Murbi’, dan Asy-Syarhul-Mumti’ oleh Ibnu ’Utsaimin)
2.      Orang Yang Lebih Mengerti Tentang Sunnah
Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang lebih hafal Al Qur’an (aqra’ li kitabillah) dan orang yang lebih paham as sunah (afqah) lebih berhak menjadi imam, melebihi orang-orang lain. Apabila terjadi, ada beberapa orang yang sama bagus dalam hafalan dan bacaan Al Qur’annya, maka dilihat pemahamannya tentang sunnah diantara mereka. Maka dalam hal ini, orang yang lebih paham dan mengetahui tentang sunnah hendaknya lebih diutamakan berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
 فَإِنْ كَانُوا فِى الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ .
“Jika mereka sama dalam hal bacaan Al Qur’an, maka yang mengimami adalah orang yang lebih tahu tentang as sunah”.
3.      Orang Yang Lebih Dahulu Berhijrah Dari Negeri Kafir Ke Negeri Islam
Hijrah dalam hal ini, tidak hanya dibatasi dengan hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam namun juga berlaku bagi hijrahnya seseorang yang berhijrah dalam rangka ketaatan untuk menyelamatkan agamanya dari negeri kafir ke negeri Islam.
4.      Orang Yang Lebih Dahulu Masuk Islam
Hal ini terjadi jika ketiga urutan di atas masih sepadan. Kemudian dilihat siapa yang lebih dahulu masuk Islam jika sebelumnya dia bukan pemeluk agama Islam.
5.      Orang Yang Lebih Tua Usianya
Jika keempat syarat di atas masih juga seimbang maka yang terakhir adalah mempertimbangkan faktor usia berdasarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,
فإن كانوا في الهجرة سواءً فأقدمهم سلماًوفي روايةسنّاً . Dalam riwayat lain disebutkan dengan kata سنّاً yaitu usianya bukan dengan lafadz سلماً (Islam).
Kemudian sekiranya terjadi keseimbangan dan kesamaan dalam hal-hal yang telah disebutkan di atas, maka yang dilakukan adalah dengan mengundi. Siapa yang menang dalam undian tersebut maka hendaknya dia menjadi imam.
Perlu Kita Renungkan
Sementara di sebagian masyarakat kita, bila imam utama berhalangan dan akan ditunjuk imam pengganti, biasanya akan ditunjuk orang yang paling tua karena dianggap yang paling mengetahui dan mumpuni soal agama meskipun dari sisi bacaan terkadang tidak betul dan kurang berhati-hati. Panjang pendek tidak terkontrol, kapan berhenti dan kapan disambung tidak dipedulikan, bahkan membacanya dengan tergesa-gesa pun tidak menjadi soal. Bahkan yang lebih ironis adalah bila dipilih karena derajat, kedudukan maupun status sosial di masyarakat. Entah itu karena dia menjadi dukuh atau ditokohkan di masyarakat termasuk hanya karena sudah berhaji.
Padahal menurut hadits di atas bahwa orang yang mempunyai bacaan bagus harus lebih diutamakan, tidak perlu memandang apakah dia masih muda atau sudah tua, berhaji atau belum. Karena berhaji tidak bisa diqiyaskan dengan berhijrah. Sehingga tidak dibenarkan bila ada yang berucap “Pak Haji saja yang sudah genap rukun islamnya…”. Tetap urutan yang digunakan adalah sesuai hadits tersebut di muka.
Kemudian, juga jangan menjadi imam bila kita sedang berada di luar wilayah kita (kita sebagai tamu) tanpa seijin tuan rumah. Boleh jadi bacaan kita lebih baik, namun hak utama menjadi imam adalah sang tuan rumah. Kecuali kalau memang diijinkan oleh tuan rumah maka tidaklah mengapa kita menjadi imam. Berdasarkan hadits berikut,
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال: قال رَسُولُ الله صَلَّى اللَه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ، وَلا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلا بِإِذْنِهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Mas’ud Al Anshary Radhiallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Seseorang tidak boleh menjadi imam di dalam keluarga seseorang atau didalam kekuasanya dan tidak boleh duduk di majlisnya kecuali dengan seizinnya”. (HR Muslim)
Cara di atas adalah cara memilih imam (tetap) yang baik dan benar secara syari’at, namun bila telah terpilih imam tetap di daerahnya, maka urutannya sebagai berikut:
Imam tetap suatu masjid
Tuan rumah (misal shalat jamaah di rumah karena ada udzur, karena pemilik rumah lebih utama daripada tamu, meski tamu lebih bagus bacaannya)
Yang bacaannya paling baik
Yang paling mengerti sunnah
Yang lebih dahulu hijrah
Yang lebih dahulu masuk islam
Yang lebih tua.
Oleh karena itu sebaiknya seorang takmir masjid, dan sang calon imam mengetahui hal ini karena dalam islam kualitas lebih didahulukan daripada usia.
Siapa Yang Sah Menjadi Imam
Semua orang yang sah shalatnya, ia dapat menjadi imam atau sah menjadi imam shalat. Namun ada orang-orang yang dianggap oleh sebagian orang tidak pantas menjadi imam, padahal mereka sah menjadi imam, diantaranya:
Anak Kecil Yang Mumayyiz
Batas jenjang usia anak yang telah mencapai usia tamyiz disebut mumayyiz. Diantara ciri anak yang mumayyiz: dia bisa membedakan antara yang baik dan yang tidak baik, dia sudah merasa malu ketika tidak menutup aurat, dia mengerti shalat harus serius, dan sebagainya yang menunjukkan fungsi akalnya normal. Umumnya, seorang anak menjadi mumayiz ketika berusia 7 tahun.
Sedangkan batas baligh adalah batas dimana seorang anak telah dianggap dewasa oleh syariat, dan berkewajiban untuk melaksanakan beban syariat. Tidak ada batas usia baku untuk baligh, karena batas baligh kembali pada ciri fisik. Untuk laki-laki: telah mimpi basah, dan untuk wanita: telah mengalami haid. Untuk laki-laki, umumnya di usia 15 tahun. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah)
Bagaimana hukum anak mumayyiz menjadi imam shalat jamaah, sementara makmumnya orang yang sudah baligh.
Para ulama membedakan antara shalat wajib dan shalat sunah. Berikut rincian yang disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah,

Mayoritas ulama (hanafiyah, malikiyah, dan hambali) berpendapat bahwa diantara syarat sah menjadi imam untuk shalat wajib, imam harus sudah baligh. Karena itu, anak mumayiz tidak bisa menjadi imam bagi makmumyang sudah baligh.
Untuk shalat sunah, seperti shalat taraweh, atau shalat gerhana, mayoritas ulama (Malikiyah, Syafiiyah, hambali, dan sebagian hanafiyah) membolehkan seorang anak mumayiz untuk menjadi imam bagi orang yang sudah baligh.
Pendapat yang kuat dalam madzhab hanafiyah, anak mumayiz tidak boleh jadi imam bagi orang baligh secara mutlak, baik dalam shalat wajib maupun shalat sunah.
Sementara Syafi’iyah berpendapat, anak mumayiz boleh menjadi imam bagi orang baligh, baik dalam shalat wajib maupun shalat sunah. Terutama ketika anak mumayyiz ini lebih banyak hafalan Al-Qurannya, dan lebih bagus gerakan shalatnya dibandingkan jamaahnya yang sudah baligh.
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan,
إِلَى صِحَّة إِمَامَة الصَّبِيّ ذَهَبَ الْحَسَن الْبَصْرِيّ وَالشَّافِعِيّ وَإِسْحَاق , وَكَرِهَهَا مَالِك وَالثَّوْرَيْ , وَعَنْ أَبِي حَنِيفَة وَأَحْمَد رِوَايَتَانِ ، وَالْمَشْهُور عَنْهُمَا الْإِجْزَاء فِي النَّوَافِل دُونَ الْفَرَائِض
Tentang keabsahan anak kecil (mumayiz) yang menjadi imam merupakan pendapat Hasan Al-Bashri, As-Syafii, dan Ishaq bin Rahuyah. Sementara Imam Malik dan Ats-Tsauri melarangnya. Sementara ada dua riwayat keterangan dari Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Pendapat yang masyhur dari dua ulama ini (Abu Hanifah dan Imam Ahmad), anak kecil sah jadi imam untuk shalat sunah dan bukan shalat wajib. (Fathul Bari)
Pendapat yang rajih (lebih kuat) dalam hal ini adalah pendapat Imam As-Syafii, bahwa tidak dipersyaratkan imam shalat harus sudah baligh. Anak kecil yang sudah tamyiz, memahami cara shalat yang benar, bisa jadi imam bagi makmum yang sudah baligh. Dalil mengenai hal ini adalah hadis dari Amr bin Salamah Radhiallahu Anhuma di atas.
Orang Buta
Orang buta memiliki kedudukan yang sama dengan orang yang melihat. Dia dapat dijadikan imam dalam shalat. Hal ini berdasarkan pada hadits Mahmud bin Ar-Rabi’:
“Sesungguhnya ‘Itbaan bin Malik dahulu mengimami shalat kaumnya”. (Muttafaqun ‘alaihi)

Dan pernyataan ‘Aisyah Radhiallahu Anhu, “Ibnu Umi Maktum dijadikan pengganti (Rasulullah) di Madinah mengimami shalat penduduknya”. (HR. Ibnu Hibban dan Abu Ya’la. Dikatakan penulis kitab Shahih Fiqh Sunnah, bahwa hadits ini shahih li ghoirihi).

Bahkan setelah dihitung-hitung tugas keimaman Ibnu Ummi Maktum telah mecapai tiga belas kali. Itu menjadi dalil-dalil sahnya keimamn orang buta tanpa ada nilai kemakruhan.

Keimaman Orang Yang Tayamum
Orang yang bertayamum sah menjadi imam bagi orang yang wudhu, karena Amr bin Al Ash pernah shalat dengan anak buahnya dalam keadaan tayamum, sedangkan anak buahnya dalam keadaan wudhu. Hal tersebut dilaporkan kepada Rasulullah, namun beliau tidak memungkirinya. (Diriwayatkan Abu Dawud, hadits shahih)

Keimaman Musafir Dan Muqim Menjadi Makmum
Musafir sah menjadi imam. Hanya saja jika orang mukim (penduduk setempat) shalat di belakang musafir, ia harus menyempurnakan shalatnya setelah imam musafir tersebut, sebab Rasulullah shalat bersama orang-orang Mekkah sebagai seorang musafir dan bersabda kepada mereka, ”Hai orang-orang Mekkah, sempurnakan shalat kalian, karena kita orang-orang musafir”. (HR. Malik)

Jika seorang musafir shalat di belakang orang mukim, ia sempurnakan shalat bersamanya, karena Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma pernah ditanya tentang menyempurnakan shalat di belakang orang mukim, maka ia menjawab, ”Itu sunnah Abu Al Qasim (Rasulullah)”. (Diriwayatkan Ahmad dan asalnya ada shahih Muslim)

Keimaman Orang Yang di Bawah Standar
Orang di bawah standar sah menjadi imam kendati orang yang memiliki standar keimanan ada di tempat, karena Rasulullah saw pernah shalat di belakang Abu Bakar, dan Abdurrahman bin Auf, padahal beliau lebih mulia daripada keduanya, bahkan dari semua manusia”. (Diriwayatkan Al Bukhari)

Orang Yang Shalat Wajib Tetapi Bermakmum Kepada Orang Yang Shalat Sunnah Begitu Juga Sebaliknya
Shalat Sunnah dibelakang Imam Shalat Wajib
Hadits Yazid bin Al-Aswad yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika itu sedang dalam hajinya. Dan pada waktu subuh Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta para sahabat melaksanakan shalat Subuh di Masjid Khaif. Setelah melakukan shalat, Nabi melihat ada dua orang yang hanya berdiri di depan masjid tanpa mengikuti shalat berjamaah.
Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar 2 orang tadi dihadapkan kepada beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Setelah menghadap Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian tidak ikut berjamaah dengan kami?”. Salah satu dari 2 orang itu menjawab: “Kami telah melaksanakan shalat dirumah kami, wahai Rasul!”.
 Kemudian Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab,
فَلَا تَفْعَلَا إِذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمَا ثُمَّ أَتَيْتُمَا مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ فَإِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَة
“Jangan kau seperti itu lagi! Jika kalian telah shalat dirumah kalian masing-masing kemudian kalian mendatangi masjid dan melihat ada shalat Jamaah, shalatlah kalian bersama mereka!” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i)
Hadits diatas jelas sekali menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan itu ialah bukan shalat wajib karena telah dilakukan sebelumnya, akan tetapi itu menjadi shalat sunnah. Dan rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar mereka ikut kembali shalat berjamaah, itu berarti boleh shalat Sunnah dibelakang Imam yang shalat fardhu.
Shalat Wajib dibelakang Imam Shalat Sunnah
Hadits Abu Bakrah Radhiallahu Anha tentang salah satu cara lain shalat Khauf yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaksanakan shalat zuhur dalam keadaan khauf (peperangan), kemudian para sahabat membagi barisan menjadi 2 kelompok. Satu kelompok shalat bersama Rasul dan yang lain berjaga-jaga.
Nabi melaksanakan shalat bersama Kelompok pertama sebanyak 2 rakaat kemudian salam. Lalu masuklah kelompok yang tadi berjaga-jaga untuk shalat bersama Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam. Berjamaah 2 rakaat kemudian salam. (HR. Abu Dawud)

Imam Syafi’i dalam Kitabnya Al-Umm menyebutkan bahwa: 2 rakaat terakhir Nabi adalah sunnah dan yang pertama wajib. Jadi kelompok kedua yang shalat bersama Nabi itu shalat wajib sedangkan Imam mereka yakni Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melaksanakan Shalat Sunnah. (Al-Umm)
Kesimpulannya, bahwa perbedaan niat antara Imam dan makmum tidak membuat shalatnya terganggu atau batal, baik Imam ataupu makmum sah-sah saja shalat dengan niat yang berbeda. Jadi tidak ada masalah jika kita shalat fardhu tetapi bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, seperti shalat isya bermakmum dengan Imam tarawih. Atau juga sebaliknya, shalat Sunnah tetapi bermakmum kepda Imam shalat Fardhu.
Sahnya Shalat Orang Yang Shalat Berdiri Bermakmum Kepada Imam Yang Shalat Sambil Duduk
Para ulama berbeda pendapat tentang bolehnya orang yang shalat berdiri bermakmum kepada imam yang shalat sambil duduk. Sebagian berpendapat boleh dan sebagian berpendapat tidak boleh.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata,
Secara global para ulama berpendapat bahwa semua orang sehat tidak boleh melaksanakan shalat fardhu sambil duduk, baik sendirian maupun sebagai imam jamaah. Pendirian ini berdasarkan firman Allah,
“Berdirilah untuk Allah (dalam shalat) dengan patuh (khusyuk)”. (Al-Baqarah: 238)
Kalangan ulama berbeda pendirian mengenai makmum yang sehat di belakang imam yang shalat duduk lantaran sakit. Perbedaan ini terbagi menjadi 3 kelompok:
Makmum boleh shalat duduk di belakang imam yang shalat duduk karena sakit. Pendapat ini dipegangi oleh Ahmad dan Ishak.
Makmum shalat berdiri di belakang imam yang shalat duduk itu boleh. Ibnu Abdil Barr mengemukakan bahwa pendirian ini menjadi pedoman para fuqaha Anshor, diantaranya Syafi’I dan pengikutnya, Ahli Zhahir, Abu Tsaur, dan lain-lain.Mereka juga memberikan tambahan bahwa makmum yang shalat berdiri kendati imam shalat dengan duduk, bahkan tidak kuasa rukuk atau sujud, atau hanya bias melakukan dengan isyarat, itu boleh.
Imam tidak boleh shalat dengan duduk. Ini pendirian dari Ibnu Qasim. Makmum yang sehat di belakang imam yang shalat duduk, baik makmum itu shalat berdiri atau duduk, shalatnya batal (tidak sah). Diriwayatkan dari Malik bahwa makmum hendaknya mengulangi shalat pada waktu yang bersangkutan. Karena shalat seperti itu bagi makmum makruh, bukan haram.
Dari ketiga pendirian itu, pendapat pertama adalah yang paling dikenal. Penyebab timbulnya silang pendapat ini adalah karena ada bermacam-macam hadits mengenai hal tersebut, diantaranya adalah;
Pertama, hadits riwayat Anas Radhiallahu Anhu, yaitu:
Sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Apabila imam shalat sambil duduk hendaklah (juga) shalat dengan duduk”. (HR. Abu Dawud)
Hadits yang hampir sama dari Aisyah Radhiallahu Anha,
“Bahwa beliau Shallallaahu Alaihi Wasallam shalat dalam keadaan sakit sambil duduk, dan di belakang beliau shalat pula (sebagai makmum) suatu kaum sambil berdiri. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi isyarat kepada mereka agar duduk. Seusai shalat beliau mengatakan, ‘Bahwa dijadikan imam itu hanyalah untuk diikuti, sehingga apabila imam ruku’, maka ruku’lah kalian, adan apabila imam bangkit, maka bangkitlah kalian. Dan apabila imam shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian juga dengan duduk”. (HR. Ahmad)
Kedua, dari Aisyah Radhiallahu Anha,
Bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam keluar rumah pada waktu beliau menderita yang mengantarkan pada wafatnya. Lalu beliau mendatangi masjid, dan beliau bertemu Abu Bakar sedang shalat sambil berdiri (sebagai imam) bersama khalayak. Kemudian Abu Bakar mundur, lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi isyarat padanya agar seperti yang ada (tidak berubah). Lalu Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wasallam duduk di sebelah Abu Bakar, maka Abu Bakar mengikuti shalat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan khalayak mengikuti shalat Abu Bakar”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata,
Hadits-hadits yang menyatakan bahwa makmum harus mengikuti cara imam dalam shalatnya, yaitu bila imam mengerjakannya sambil duduk maka makmum pun harus mengerjakannya sambil duduk, walaupun saat itu makmum sedang tidak ada udzur untuk melakukannya dengan duduk. Sedangkan, golongan yang berbeda pendapat dengan mereka menjawab hadits di atas dengan berbagai jawaban, diantaranya: Bahwa hukumnya itu sudah dihapus, karena ketika Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam sakit (yang akhirnya wafat) shalat mengimami orang-orang sambil duduk sedangkan mereka berdiri. Namun Imam Ahmad mengingkari penghapusan hukum ini, kemudian menggabungkan antara kedua hadits tersebut dengan dua kesimpulan;
Pertama, bila imam yang biasanya (yakni imam rawatib) mengawali shalatnya sambil duduk karena sakit yang memungkinkan sembuhnya, maka para makmum pun shalat di belakangnya sambil duduk. Kedua, Bila imam yang biasanya mengawali shalatnya sambil berdiri, maka para makmum yang shalat di belakangnya pun harus shalat sambil berdiri, baik dalam melanjutkan shalatnya itu imam melakukannya sambil berdiri maupun sambil duduk. Penggabungan kedua hadits ini telah menguatkan, bahwa tidak ada penghapusan hukum (sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian orang). [Nailul Authar]
Wallahu Ta’ala A’lam
 Disampaikan pada kajian Sabtu malam, 4 Januari 2014.

(shl/darussalam)