Sabtu, 23 Desember 2017

kailo 1

Grand Mall Batang Ase...

Faqih 1

Dari Bantimurung hingga Akarena'....

Kamis, 21 September 2017

Tuntunan Iedul Qurban

Iedul Qurban adalah salah satu hari raya di antara dua hari raya kaum muslimin, dan merupakan rahmat Allah Subhanahu wa taala bagi ummat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini diterangkan dalam hadits Anas radiyallahu anhu, beliau berkata: Nabi shallallhu alaihi wa sallam datang, sedangkan penduduk Madinah di masa jahiliyyah memiliki dua hari raya yang mereka bersuka ria padanya (tahun baru dan hari pemuda (aunul mabud), maka (beliau) bersabda:
“Aku datang kepada kalian, sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bersuka ria padanya di masa jahiliyyah, kemudian Allah menggantikan untuk kalian du a hari raya yang lebih baik dari keduanya; hari Iedul Qurban dan hari Iedul Fitri.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan Al-Baghawi, shahih, lihat Ahkamul Iedain hal. 8).
Selain itu, pada Hari Raya Qurban terdapat ibadah yang besar pahalanya di sisi Allah, yaitu shalat Ied dan menyembelih hewan kurban. Insyallah pada kesempatan kali ini kami akan menjelaskan beberapa hukum-hukum yang berkaitan dengan Iedul Qurban, agar kita bisa melaksanakan ibadah besar ini dengan disertai ilmu.
1. Hukum Menyembelih kurban
Para Ulama berselisih pendapat tentang hukumnya. Sedangkan menurut pendapat yang kuat hukumnya adalah wajib bagi yang memiliki kemampuan ( Ahkamul Iedain hal. 26). Di antara hadits yang dijadikan dalil bagi ulama yang mewajibkan adalah:
“Dari Abi Hurairah radliyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Barang siapa memiliki kelapangan (kemampuan) kemudian tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat Ied kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah,Ad-Daruqutni, Al-Hakim, sanadnya hasan, lihat Ahkamul Iedain hal. 26).
Dari hadits di atas diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam melarang untuk mendekati tempat shalat Ied bagi orang yang memiliki kemampuan akan tetapi tidak berqurban. Hal itu menunjukkan bahwasanya dia telah meninggalkan suatu kewajiban yang seakan-akan tidak ada manfaatnya, bertaqarrub kepada Allah dengan dia meninggalkan kewajiban itu ( Subulus Salam 4/169).
2. Waktu Menyembelih
Hewan kurban disembelih setelah selesai shalat Ied. Dalilnya:
Dari Barra bin Azib radiallahuanhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya perkara yang pertama kita mulai pada hari ini adalah kita shalat kemudian menyembelih. Maka barang siapa yang melakukan hal itu, dia telah mendapatkan sunnah kami. Dan barang siapa yang telah menyembelih (sebelum shalat pent), maka sesungguhnya sembelihan itu adalah daging yang diperuntukkan bagi keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1961).
Diperbolehkan untuk mengakhirkan penyembelihan, yaitu menyembelih pada hari kedua dan ketiga setelah hari Ied. Sebagaimana diterangkan dalam hadits:
“Dari Nabi shallallahu alai wa sallam bahwasanya beliau bersabda: setiap hari tasyriq ada sembelihan.” (HR. Ahmad 4/8 dari Jubair bin Muthim radiallahu anhu, dan dihasankan oleh Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid dalam Ahkamul iedain ).
Berkata Ibnul Qayyim: “(Kebolehan menyembelih di hari-hari tasyriq) adalah pendapat: Imam Ahmad, Malik, Abu Hanifah rahimahumullah .”
Imam Ahmad berkata: “Ini adalah pendapat lebih dari satu shahabat Muhammad shallallahu alai wa sallam, dan Al-Atsram menyebutkan diantaranya: Ibnu Umar, Ibnu Abas radiallahu anhum.” (Zadul Maad 2/319).
3. Tempat Menyembelih
Dalam rangka menampakkan syiar Islam dan kaum muslimin,disunnahkan menyembelih di lapangan tempat shalat Ied. Dalilnya:
“Dari Ibnu Umar radliyallahu anhu dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam : bahwasanya beliau menyembelih (kibas dan unta) dilapangan Ied.” (HR. Bukhari no. 5552 dengan Fathul Bari).
4. Larangan Memotong Rambut dan Kuku
Barang siapa hendak berqurban, tidak diperbolehkan bagi dia memotong rambut dan kukunya sedikitpun, setelah masuk tanggal 1 Dzulhijjah hingga shalat Ied. Dalilnya:
“Dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak menyembelih, maka hendaknya dia menahan (yakni tidak memotong, pent) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim No. 1977).
Imam Nawawi berkata: “Maksud larangan tersebut adalah dilarang memotong kuku dengan gunting dan semacamnya, memotong ram?but; baik gundul, memendekkan rambut,mencabutnya, membakarnya atau selain itu. Dan termasuk dalam hal ini, memotong bulu ketiak, kumis, kemaluan dan bulu lainnya yang ada di badan (Syarah Muslim 13/138).”
Berkata Ibnu Qudamah: “Siapa yang melanggar larangan tersebut hendaknya minta ampun kepada Allah dan tidak ada fidyah (tebusan) baginya, baik dilakukan sengaja atau lupa (Al-Mughni11/96).”
Dari keterangan di atas maka larangan tersebut menunjukkan haram. Demikian pendapat Said bin Musayyib, Rabiah, Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian Madzhab Syafiiyah. Dan hal itu dikuatkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar juz 5 hal. 112 dan Syaikh Ali hasan dalam Ahkamul iedain hal. 74).
5. Jenis Sembelihan
“Dari Jabir, berkata: Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallambersabda: Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, akan tetapi jika kalian merasa berat hendaklah menyembelih Al-Jazaah(HR. Muslim 6/72 dan Abu Daud 2797).
Syaikh Al-Albani menerangkan:
– Musinnah yaitu jenis unta, sapi dan kambing atau kibas. Umur kambing adalah ketika masuk tahun ketiga, sedangkan unta, masuk tahun keenam.
– Al-jazaah yaitu kambing atau kibas yang berumur setahun pas menurut pendapat jumhur ulama (Silsilah Ad-Dlaifah 1/160).
Dan yang terbaik dari jenis sembelihan tadi adalah kibas jantan bertanduk bagus, warna putih bercampur hitam di sekitar mata dan kakinya. Yang demikian karena termasuk sifat-sifat yang disunnahkan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan beliau menyembelih hewan yang memiliki sifat tersebut.
“Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah sallalahu alaihi wa sallam memerintahkan menyembelih kibas yang bertanduk baik, dan sekitar kaki, perut dan matanya berwarna hitam. Kemudian didatangkan kepada beliau, lalu disembelih.” (HR. Abu Daud, dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 2423).
6. Hewan kurban Tidak Cacat
Termasuk tuntunan Nabi shallalahu alaihi wa sallam yaitu memilih hewan yang selamat dari cacat dan memilih yang terbaik. Beliau melarang menyembelih hewan yang terputus telinganya, terpecah tanduknya, matanya pece, terputus bagian depan atau belakang telinganya, terbelah atau terkoyak telinganya. Adapun kibas yang dikebiri boleh untuk disembelih. ( Ahkamul Iedain hal. 75)
7. Boleh Berserikat
Satu ekor hewan kurban boleh diniatkan pahalanya untuk dirinya dan keluarganya meskipun dalam jumlah yang banyak.
Dalilnya:”Berkata Atha bin Yasar: Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari, bagaimana sifat sembelihan di masa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , beliau menjawab: jika seseorang berkurban seekor kambing, maka untuk dia dan keluarganya. Kemudian mereka makan dan memberi makan dari kurban tersebut.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Malik, Al-Baihaqi dan sanadnya hasan, lihat Ahkamul Iedain hal. 76).
“Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan kemudian tiba hari Ied. Maka kami berserikat tujuh orang pada seekor sapi dan sepuluh orang pada seekor unta.” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1213).
9. Cara Menyembelih
Menyembelih dengan pisau yang tajam, mengucapkan bismillah wallahu akbar, membaringkan sembelihan pada sisi kirinya karena yang demikian mudah bagi si penyembelih memegang pisau dengan tangan kanannya, dan menahan lehernya dengan tangan kiri. Dalil?nya:
“Dari Anas bin Malik, dia berkata: Bahwasanya Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kibasnya yang bagus dan bertanduk. Beliau mengucapkan basmallah dan takbir dan meletakkan kakinya di samping lehernya.”(HR. Bukhari, Muslim dan lainnya).
Dan disunnahkan bagi yang berkorban, memotong sendiri sembelihannya atau mewakilkan kepada orang lain ( Ahkamul Iedain hal. 77).
10. Membagikan Daging kurban
Bagi yang menyembelih disunnahkan makan daging qurbannya, menghadiahkan karib kerabatnya, bershadaqah pada fakir miskin, dan menyimpannya untuk perbekalan lebih dari 3 hari. Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Makanlah, simpanlah untuk perbekalan dan bershadaqahlah.”(HR.Bukhari Muslim).
Daging sembelihan, kulitnya, rambutnya dan yang bermanfaat dari kurban tersebut tidak boleh diperjualbelikan menurut pendapat jumhur ulama, dan seorang tukang sembelih tidak mendapatkan daging kurban. Tetapi yang dia dapatkan hanyalah upah dari yang berkurban. Dalilnya:
“Dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu anhuma, dia berkata:
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk menyembelih hewan kurbannya dan membagi-bagi dagingnya, kulitnya, dan alat-alat untuk melindungi tubuhnya, dan tidak memberi tukang potong sedikitpun dari kurban tersebut.” (HR. Bukhari Muslim).
11. Bagi Yang Tidak Berkurban
Kaum muslimin yang tidak mampu untuk berkorban, mereka akan mendapatkan pahala seperti halnya orang yang berkorban dari umat Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam. Hal ini diterangkan dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Bismillah Wallahu Akbar, ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak menyembelih.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud no. 2436). Wallahu taala alam.
dikutip dari artikel di http://www.perpustakaan-islam.com

Oleh : Azhari bin Muhammad Asri
Sumber : https://www.rumahzakat.org/tuntunan-iedul-qurban/


Bersama cucu.. Hari Raya Iedul Qurban 1438 H / 2017.


Minggu, 25 Juni 2017

Iedul Fitri 1438 H


Embun pagi Akhir Ramadhan 1438 H yang masih tersisa nampak dibelakang yang akan segera tergantikan dengan cerah sinar matahari pagi 1 syawal 1438 H . Selamat Tinggal Ramadhan , kami akan selalu merindukan kehadiranmu kembali , bulan penuh rahmah , berkah dan magfirah . Dan selamat datang Syawal... kembali ke Nol  , kembali ke awal ... bukan untuk bebas berbuat dosa lagi tetapi berusaha mempertahankan kondisi nol semaksimal mungkin . Karena pada dasarnya tidak ada manusia yang terbebas dari noda dan dosa , berbuatlah baiklah sebaik-baiknya perbuatan .

Iedul Fitri 1438 H / Jnui 2017


Lebaran bersama Adik Kailo , Kakak Hafiz dan Adik Faqih di Makassar .

Selasa, 06 Juni 2017

Selasa, 30 Mei 2017

Berkah Ramadhan

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bulan Ramadhan sungguh adalah bulan yang penuh berkah, artinya mendatangkan kebaikan yang banyak. Kebaikan yang diperoleh umat Islam di bulan Ramadhan bisa meliputi ukhrowi dan duniawi. Coba kita lihat di bulan Ramadhan ini begitu banyak kebaikan ukhrowi yang diperoleh setiap muslim. Di antara keberkahan tersebut adalah dengan menjalankan shiyam ramadhan akan mendapatkan pengampunan dosa yang telah lalu. Keberkahan lainnya lagi adalah dalam menjalankan shalat malam (shalat tarawih). Itu juga adalah sebab pengampunan dosa. Begitu pula pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari 1000 bulan, yaitu lailatul qadar. Inilah di antara keberkahan ukhrowi yang bisa diperoleh. Namun ada satu sisi kebaikan lainnya, yang mana ini tidak kalah pentingnya, yaitu bulan Ramadhan adalah saat yang tepat untuk memperbaiki diri sehingga selepas bulan Ramadhan seseorang bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pembahasan inilah yang akan kami ulas dalam tulisan sederhana ini.

Pintu Kebaikan Dimudahkan di Bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِى مُنَادٍ يَا بَاغِىَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِىَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Pada malam pertama bulan Ramadhan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satu pun pintu yang tertutup, ketika itu ada yang menyeru: “Wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah”. Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadhan”.[1]
Dalam hadits lainnya disebutkan,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”[2]
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam sebagai terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.”[3]
Sampai-sampai karena terbuka lebarnya pintu kebaikan ini, para ulama katakan bahwa pahala amalan apa saja di bulan Ramadhan pun akan berlipat ganda[4]. Sebagaimana kita dapat melihat pada perkataan ulama salaf berikut ini.
Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” [5]
An Nakho’i rahimahullah mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhol dari puasa di seribu hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu raka’at di bulan lainnya.”[6]
Maka kita dapat saksikan sendiri di bulan Ramadhan, orang yang semula malas shalat lima waktu, akhirnya menjadi rajin. Orang yang amat jarang kelihatan di masjid, kembali sadar menjalankan shalat jama’ah. Orang yang jarang mengerjakan shalat malam, begitu giat di bulan Ramadhan untuk menjalankan ibadah shalat tarawih. Orang yang sesekali baca Al Qur’an, di bulan Ramadhan akhirnya bisa mengkhatamkan Al Qur’an. Sungguh luar biasa barokah bulan ini karena begitu mudah setiap orang menjalankan kebaikan.

Banyaknya Pengampunan Dosa
Dalam beberapa amalan di bulan Ramadhan, kita dapat temukan di dalamnya ada pengampunan dosa. Di antara amalan tersebut adalah ibadah puasa yang kita jalankan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”[7] Pengampunan dosa di sini bisa diperoleh jika seseorang menjaga diri dari batasan-batasan Allah dan hal-hal yang semestinya dijaga.[8]
Begitu pula pada amalan shalat tarawih, di dalamnya juga terdapat pengampunan dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[9]
Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan amalan shalat, juga akan mendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[10] Adapun pengampunan dosa dalam hadits-hadits di atas, dimaksudkan untuk dosa-dosa kecil sebagaimana pendapat mayoritas ulama.[11]
Karena sampai banyaknya pengampunan dosa di bulan suci ini, Qotadah pun mengatakan, “Siapa saja yang tidak mendapatkan pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit mendapatkan ampunan.”[12]

Keadaan Yang Semestinya Selepas Ramadhan
Setelah kita mengetahui beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa menghapuskan dosa, juga pintu kebaikan  dimudahkan, maka keadaan seseorang selepas ramadhan seharusnya dalam keadaan seperti bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya, yaitu bersih dari dosa. Namun hal ini dengan syarat, seseorang haruslah bertaubat dari dosa besar yang pernah ia terjerumus di dalamnya, dia bertaubat dengan penuh rasa penyesalan.
Lihatlah perkataan Az Zuhri berikut, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ‘ied, Allah pun akan menyaksikan mereka. Allah pun akan mengatakan, “Wahai hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.”
Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat ‘ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”[13]

Sudah Seharusnya Menjaga Amalan Kebaikan
Ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat dan mudah melaksankan kebajikan. Orang yang dulu malas-malasan shalat 5 waktu seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat Jama’ah bagi kaum pria, hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di masjid sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga, bahkan bisa lebih disempurnakan lagi sebagaimana tuntunan Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”[14]
Seharusnya amal seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal datang menjemput. Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematiannya.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[15] Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ulama lainnya mengatakan,  “Sembahlah Allah bukan pada waktu tertentu saja”. Jika memang maksudnya adalah demikian tentu orang yang melakukan ibadah sekali saja, maka ia sudah disebut orang yang taat. Namun Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah sampai datang ajal”. Ini menunjukkan bahwa ibadah itu diperintahkan selamanya sepanjang hayat.[16]
Ibadah dan amalan ketaatan bukanlah ibarat bunga yang mekar pada waktu tertentu saja. Jadi, ibadah shalat 5 waktu, shalat jama’ah, shalat malam, gemar bersedekah dan berbusana muslimah, bukanlah jadi ibadah musiman. Namun sudah seharusnya di luar bulan Ramadhan juga tetap dijaga.
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami (penulis) juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.”[17] Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja.
Perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. … Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]
Para ulama juga mengatakan, “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, -pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Ingatlah pula pesan Ka’ab  bin Malik, “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan lantas terbetik dalam hatinya bahwa setelah lepas dari Ramadhan akan berbuat maksiat pada Rabbnya, maka sungguh puasanya itu tertolak (tidak bernilai apa-apa).”[19]
Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita di tahun ini lebih bermakna dari yang sebelumnya. Semoga kita senantiasa mendapatkan barokah bulan suci ini. Amin, Yaa Samii’um Mujiib.

Panggang-GK, 8 Ramadhan 1431 H (18 Agustus 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal


Sayuran wajib !

Sayuran yang sehat setiap saat.. tinggal ditambah ( jangan dikurangi ) atau diganti yang hijau saja... Enak dan segar , praktis dan ekonomis...

Rabu, 17 Mei 2017

Selasa, 16 Mei 2017

Sabtu, 15 April 2017

Birrul Walidain (Berbuat baik terhadap kedua ibu bapa)

Al Birr iaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW. : “Al Birr adalah baiknya akhlaq“. (HR. Muslim)
Birrul Walidain بِرِّ الْوَالِدَيْنِ merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada  kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak beriman. Manakala wajibatul walid (kewajipan orang tua) adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya seperti sabda Nabi SAW.,  “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untukBOLEH  berbakti kepadanya”.
Sedangkan ‘Uquud Walidain عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ bermaksud durhaka terhadap mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.
Berkata Imam Al Qurtubi – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai/ disunnahkan).”[i]
Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah – mudah-mudahan Allah merahmatinya -: Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir “Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa (senang) kembali“.[ii]

Hukum Birrul Walidain
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.
Syari’at Islam meletakkan kewajipan birrul walidain menempati ranking ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT  dengan mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya terdapat tiga ayat yang menunjukkan kewajipan yag khusus untuk berbuat baik kepada kedua orang tua:
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬اۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا
Dan hendaklah kamu beribadah kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa“. (QS. An Nisa’ : 36).
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡڪِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنۡہَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلاً۬ ڪَرِيمً۬ا
Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha” dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS. Al Isra’: 23).
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬ وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ ٱلۡمَصِيرُ
Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan).” (QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya, “Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah SWT.: “bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”[iii].
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)[iv].
Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya – meriwayatkan daripada i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mahu memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta“. (HR Muslim)

Keutamaan Birrul Walidain
1.      أَحَبُّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللهِ بَعْدَ الصَّلاَةِ (amal yang paling dicintai disisi Allah SWT selepas Solat) (
Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku pernah bertanya kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah ?” Rasulullah bersabda “Solat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi selain itu ?” bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi “ Apa lagi ?”. Jawab Rasulullah “Jihad dijalan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini tidak beerti jika melakukan Solat tepat pada waktu dan jihad fisabilillah menafikan kewajipan birrul walidain kerana Rasulullah SAW. pernah menolak permohonan salah seorang sahabat untuk jihad fisabilillah kerana masalah hubungan dengan kedua ibu bapanya. Lantas Rasulullah SAW. memerintahkan beliau segera pulang menyelesaikan permasalahan tersebut dahulu.
2.     مُسْتَجَابُ الدَّعْوَةِ (doa mereka mustajab)
Di antara buktinya adalah kisah ulama besar hadits yang sudah ma’ruf di tengah-tengah kaum muslimin, Imam Bukhari rahimahullah. Beliau buta sewaktu kecil lalu ibunya seringkali berdoa agar Allah SWT. memulihkan penglihatan beliau.
Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim ‘alaihis salam yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.[v]
Hal di atas menunjukkan benarnya sabda Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam akan manjurnya do’a orang tua pada anaknya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
Tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa orang tua, doa orang yang berpuasa dan doa seorang musafir.” (HR. Al Baihaqi[vi])
3.   سَبَبُ نُزُوْلِ الرَّحْمَةِ (sebab turunnya rahmat)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4.      Bukan beerti membalas budi kerana jasa mereka tidak mungkin terbalas
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Seorang anak tidak akan dapat membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai hamba, lalu dia merdekakan.” (HR. Muslim)
5.      Al ummu hiya ahaqu suhbah (prioriti untuk mendapat perlakuan yang lebih dekat dari kedua orang tua ialah ibu)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu ia berkata, “Datang seseorang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, ’Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Orang tersebut kembali bertanya, ’Kemudian siapa lagi ? Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu! Ia bertanya lagi, ’Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW. menjawab, ’Ibumu!, Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi, ’Nabi SAW. menjawab, Bapakmu ” (HR. Bukhari dan Muslim)
6.      Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Syurga.
Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah tua, namun tidak dapat membuatnya masuk Surga.” (HR. Muslim)
7.      Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.
Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Mahukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mahu, wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (HR Bukhari dan Muslim)

Melaksanakan Birrul Walidain
Semasa Mereka Masih Hidup          
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah

Sa’ad bin Abi Waqas – semoga Allah merahmatinya –  menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut Sa’ad merayu ibunya “ Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau risikonya”.
Sehubungan dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat:
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya…” (QS. Luqman: 15)
Tidak bosan-bosannya Sa’ad menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.
2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapanya…” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapa…” (QS. An-Nisaa’: 36)
Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan lanjut hingga keadaan mereka melemah dan sangat memerlukan bantuan dan perhatian daripada anaknya.
Abu Bakar As Siddiq ra. adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam berbaktinya terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangat udzur, beliau masih melayan bapanya dengan lemah lembut dan tidak pernah putus asa untuk mengajak ayahnya beriman kepada Allah. Penantian beliau yang cukup lama berakhir apabila ayahnya menerima tawaran untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah berfirman dalam QS. 14 : 40 – 41 ayat yang do’a agar anak, cucu dan seluruh anggota keluarganya menjadi orang-orang yang muqiimas Solat (mendirikan Solat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini merupakan suatu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.
3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (QS. Al-Israa’: 23-24)
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam mempunyai ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya menyalahi dengan Nabi Ibrahim ‘alaihiisalam tetapi tetap menunjukan birrul walidain yang dilakukan seorang anak kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika mengajak ayahnya agar kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan Allah pada QS. 19 : 41-45.
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka

Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata si Ibu sudah tidur. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang bekas berisi air tersebut hingga pagi. (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya

Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya, Raslullah, apakah akuBOLEH  ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya.
8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka

Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua

Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain

Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila Mereka Meninggal Dunia (بَعْدَ وَفَاتِهِمَا)
1. Mensolati/Berdo’a terhadap Keduanya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan dirinya.” (HR. Muslim)
2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua

Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Qur’an:
Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku…” (QS. Ibrahim: 41)
3. Menunaikan Janji/Wasiat Kedua Orang Tua

4. Memuliakan Rakan-Rakan Kedua Orang Tua

Ibnu Umar berkata aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal.” (HR. Muslim)
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah

Barang siapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal.” (HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah SAW. yang telah ditinggal ayahnya Abdullah kerana meninggal dunia saat Rasulullah SAW. masih dalam kandungan ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya mengajak Rasulullah ketika berusia enam (6) tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa hingga akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul Thalib, beliau menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun aqidah pamannya berbeda dengan Rasulullah. Dan Rasulullah SAW. berbakti pula kepada pengasuhnya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.
والله أعلمُ بالـصـواب

[i] Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an Jil 6 hal 238
[ii] Ghadzaul Al Baab 1/382
[iii] Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40

[iv] Riwayat Tirmidzi dalam Jami’nya (1/ 346), Hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516

 Oopy dr dakwah.info.tks

Rabu, 12 April 2017

Selamat datang di ( Museum ) kota Pontianak !


Mengunjungi museum di Kota Pontianak , disambut lambaian tangan Orang Dayak dan Melayu , Dua suku terbesar di Kalimantan Barat yang hidup rukun .

kailo tengkurep


Minggu, 09 April 2017

Pantai Akarena Makassar

Kakak Hafiz bersama Ayah di pantai Akarena - Makassar .
Kota Makassar terletak di bibir pantai selat Makassar .Ada beberapa pantai yg dapat dikunjungi warga untuk rekreasi akhir pekan , seperti pantai Akarena , pantai Tanjung Bayang atau Losari . Pantai pantai ini sesungguhnya satu garis pantai yang memanjang hingga pelabuhan laut Soekarno- Hatta . Pantai yang berpasir hanya Tanjung Bayang dan Akarena . Dan yang lumayan bersih , berpasir putih hanya Tanjung Bayang . Sementara Pantai Akarena , berpasir hitam dan kotor , seperti foto diatas.

Sabtu, 08 April 2017

Cerdas memilih obat Flu

Penyakit flu merupakan penyakit yang umum terjadi dan dapat menyerang siapa saja, baik dewasa maupun anak-anak. Seseorang yang terkena penyakit flu biasanya merasa tidak perlu datang ke dokter dan dapat membeli obat sendiri. Apalagi, obat flu dijual dengan bebas dan dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat flu tidak hanya dijual di apotek tapi juga di toko obat bahkan di warung dengan berbagai merek. Permasalahan yang sering timbul adalah cara pemilihan obat flu yang tepat. Masyarakat menganggap bahwa semua kandungan obat flu sama, padahal ada beberapa perbedaan. Oleh karena itu, pada bahasan mengenai obat flu kali ini akan dipaparkan bagaimana cara bijak untuk memilih obat flu sesuai dengan kebutuhan, sehingga walaupun pengobatan dilakukan secara mandiri (swamedikasi), tetap rasional, tepat dan tidak berlebihan.
Sekilas Tentang Penyakit Flu
Flu merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus (coronavirus, influenza virus) pada saluran pernapasan bagian atas. Penularan flu biasanya terjadi melalui kontak dengan sekret mukosa hidung orang yang terkena flu (dengan memegang tangan atau gagang pintu atau gagang telepon yang terkena sekret). Pada umumnya infeksi dapat sembuh dengan sendirinya dengan meningkatkan daya tahan tubuh melalui istirahat yang cukup, asupan gizi dan banyak minum air. Namun demikian gejala yang ditimbulkan seringkali mengganggu aktivitas.
Untuk meringankan gejala flu dapat dilakukan swamedikasi menggunakan obat bebas yang mengandung satu atau lebih zat yang berkhasiat dekongestan, antihistamin, antipiretik, analgesik, antitusif atau ekspektoran. Pengobatan flu tidak memerlukan antibiotik.
Gejala flu antara lain sebagai berikut :
  • Sakit tenggorokan yang diikuti oleh hidung tersumbat, berair, bersin dan batuk
  • Menggigil, sakit kepala, lemas, nyeri otot, dan demam ringan
  • Gangguan pada hidung terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 dan batuk (tidak selalu) muncul pada hari ke-4 atau ke-5
Penanggulangan Flu
Terapi non obat
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penyakit flu dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menggunakan obat. Terapi non obat yang dapat dilakukan untuk meredakan gejala flu diantaranya:
  • Peningkatan asupan cairan dengan banyak minum air, teh, sari buah. Asupan cairan dapat mengurangi rasa kering di tenggorokan, mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam.
  • Istirahat yang cukup.
  • Makan makanan bergizi yaitu makanan dengan kalori dan protein tinggi yang akan menambah daya tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak mengandung vitamin.
  • Mandi dengan air hangat dan berkumur dengan air garam.
  • Untuk bayi, dapat dilakukan dengan membersihkan saluran hidung dengan hati-hati. Pada umumnya, anak dengan usia di bawah 4 tahun tidak dapat mengeluarkan sekret (ingus) sendiri, oleh karena itu membutuhkan bantuan untuk membersihkan hidung. Pada bayi, dapat dilakukan irigasi hidung dengan menggunakan tetes larutan garam isotonik.
Terapi Obat
Apabila penyakit flu tidak membaik setelah pemberian terapi non obat, maka disarankan melakukan terapi obat. Obat flu yang dapat diperoleh bebas bisa merupakan sediaan analgetik/antipiretik tunggal atau kombinasi dengan beberapa zat aktif lain, yang termasuk golongan antitusif, ekspektoran, dekongestan, dan antihistamin. Berikut akan dijelaskan kegunaan masing-masing golongan.
1. Analgesik/antipiretik
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan demam dan  biasanya juga mempunyai efek pereda nyeri (analgesik). Antipiretik/analgesik yang biasa digunakan dalam pengobatan flu antara lain parasetamol, ibuprofen, dan asetosal. Obat flu umumnya sudah mengandung antipiretik/analgesik sehingga tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi obat antipiretik/analgesik tunggal bersamaan dengan obat flu yang telah mengandung antipiretik/analgesik, misalnya mengkonsumsi tablet parasetamol bersamaan dengan mengkonsumsi obat lain yang mengandung ibuprofen atau asetosal.  Oleh karena itu, perhatikan komposisi zat berkhasiat yang terkandung dalam kedua obat tersebut.
2. Dekongestan
Dekongestan merupakan obat untuk mengurangi hidung tersumbat. Dekongestan bekerja dengan cara menyempitkan pembuluh darah di daerah hidung sehingga melegakan hidung tersumbat karena pembengkakan mukosa. Obat-obat yang termasuk ke dalam dekongestan antara lain fenil propanol amin (PPA), fenilefrin , pseudoefedrin, dan efedrin.
Hati-hati penggunaan dekongestan pada pasien hipertensi, hipertiroid, penyakit jantung koroner, penyakit iskemia jantung, glaukoma, pembesaran kelenjar prostat, diabetes. Penggunaan pada kondisi tersebut hanya dilakukan atas saran dokter. Sebelum menggunakan obat ini disarankan untuk membaca aturan pemakaian pada kemasan obat terlebih dahulu.
3. Antihistamin
Antihistamin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati batuk atau pilek akibat alergi. Obat ini efektif untuk pilek yang disebabkan oleh alergi, namun hanya memiliki sedikit manfaat untuk mengatasi hidung tersumbat. Oleh karena itu, pada beberapa produk antihistamin dikombinasikan dengan dekongestan. Beberapa antihistamin yang dapat diperoleh tanpa resep dokter antara lain klorfeniramin maleat/klorfenon (CTM), prometazin, tripolidin, dan difenhidramin. Obat flu yang mengandung antihistamin dapat menyebabkan mengantuk, oleh karena itu, setelah menggunakan obat flu jangan menjalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor.
4. Antitusif
Antitusif merupakan obat batuk yang bekerja dengan menekan pusat batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Zat berkhasiat yang termasuk ke dalam antitusif diantaranya adalah dekstrometorfan HBr, noskapin, dan difenhidramin HCl.
5. Ekspektoran
Ekspektoran juga  merupakan obat untuk mengatasi batuk dengan meningkatkan sekresi cairan saluran napas, sehingga mengencerkan dan mempermudah pengeluaran sekret (dahak). Cara menggunakan obat yang tepat adalah di samping menggunakan ekspektoran, minum air dalam jumlah banyak untuk membantu mengencerkan dahak dari saluran napas. Zat berkhasiat yang termasuk ke dalam ekspektoran diantaranya gliseril guaiakolat, amonium klorida, bromheksin, succus liquiritiae. 
Hentikan swamedikasi dan konsultasikan segera ke dokter, jika:
  • Demam masih timbul selama lebih dari 3 hari setelah pengobatan.
  • Sakit di tenggorokan bertambah parah selama lebih dari 2 hari pengobatan dan diikuti gejala lain seperti demam, sakit kepala, mual dan muntah.
  • Batuk tidak membaik setelah 7-14 hari mengkonsumsi obat.
  • Nyeri otot tidak kunjung hilang atau bertambah parah selama 10 hari (dewasa) atau 5 hari (anak-anak) pengobatan.

KESIMPULAN
Penyakit flu merupakan penyakit yang umum  terjadi dan dapat sembuh dengan sendirinya. Gejala flu dapat dikurangi dengan terapi non obat seperti minum air putih yang banyak atau istirahat dengan cukup. Namun, apabila setelah dilakukan terapi non obat, gejala flu tersebut tidak kunjung sembuh dan semakin berat, maka disarankan untuk menggunakan terapi obat. Obat flu pada umumnya mengandung zat aktif golongan antipiretik/analgesik, antitusif, ekspektoran, dekongestan, dan antihistamin. Sebagian produk ada yang mengandung semua zat aktif tersebut atau hanya kombinasi sebagian zat aktif. Sebaiknya jika hendak mengkonsumsi obat flu, perhatikan terlebih dahulu komposisi zat aktif yang terkandung didalamnya dan pastikan bahwa zat aktif yang terkandung sesuai dengan gejala yang dirasakan. Perlu diingat bahwa obat flu hanya meredakan gejala yang timbul dan bukan mengobati,  sehingga agar tidak mudah terkena flu disarankan untuk menjaga daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan sehat, berolahraga dan istirahat yang cukup. 

ultah Hafiz 3 tahun & Faqih 1 Tahun


Senin, 20 Maret 2017

Istri Harus Taat Suami atau Orang Tua?

 Suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA dikisahkan —sebagian ahli hadis menyebut sanadnya lemah—, tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu. Di saat bersamaan, ayahanda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya.

Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Taatilah suami kamu.” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisinya itu kepada Nabi SAW. Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah, “Taatilah suami kamu.” Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami.

Kisah yang dinukil oleh at-Thabrani dan divonis lemah itu, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, ‘dialektika’ kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema.

Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al Jami’ fi Fiqh An Nisaa’ mengatakan, seorang perempuan sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah. Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadis yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan, yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya.

Namun, menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah. Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ketaatan itu masih berada di koridor syariat dan tak melanggar perintah agama.

Oleh karena itu, kata dia, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apa pun kepadanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pascamenikah maka saat itu juga, anaknya telah memasuki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melain kan menjadi tanggung jawab suami. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan se ba hagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)." (QS an-Nisaa [4]: 34).

Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka. Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu kini —dengan kemajuan teknologi— bisa diupayakan sangat mudah. Menyambung komunikasi dan hubungan istri dan keluarga bisa lewat telepon, misalnya.

Al-Qaradhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat. Sekaligus menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Mahakuasa.” (QS al-Furqan [25]: 54).


Ia menyebutkan, beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yaitu hadis yang diriwa yatkan oleh al-Hakim dan ditashih oleh al-Bazzar. Konon, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri? Rasulullah menjawab, “(Hak) Suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, sedangkan bagi suami hak siapakah yang lebih utama? Beliau menjawab, “(Hak) Ibunya.”
sumber : Republika.co
Rabu , 25 Januari 2017, 15:34 WIB
Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko

hafiz dan faqih


Senin, 09 Januari 2017

Emak

Lebaran ied 2016.... semoga dapat berkumpul kembali dalam keadaan sehat wal afiat tak kurang suatu apa ....Amin

Opa Mustamu

Natal 2016..... Opa Mustamu so tarada lae ....

MasRifki & Dek Arin Mustamu

Walau so bisa terbang tinggi dan jauh ,,, tetap lah ingat untuk mendarat ...!

Loudry Mustamu ..

So basaaar nyong e e .....!

Ibu ibu pengajian Darussalam


Jumat, 06 Januari 2017

Bridge the nation... jembatan nusantara..

Mendung bulan november mengantung di langit pontianak , gerimis disana sini . Sebenarnya tentu saja ini bukan saat yg tepat utk jalan jalan . Tapi kapan lagi... mumpung masih disini.. Mejeng sejenak sambil nonton ferry bolak balik antar penumpang....