Jumat, 09 Agustus 2013
Iedul Fitri 1434 / Agustus 2013
Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1434 H / Agustus 2013 , biar semua jauh dimata namun tetap dekat di hati , semoga Gusti Allah SWT mengampuni segala noda & dosa , melipat gandakan segenap pahala & berkah ,meridhoi perjalanan hidup kita semua dan dapat bertemu kembali dengan Bulan Suci Ramadhan tahun depan , dalam keadaan yang lebih baik , Lahir & Bathin ..InsyaAllah .. Amin Yaa Rabbal Alamin...
Rabu, 17 Juli 2013
"Barang siapa
yang bergembira atas datangnya Ramadhan, Allah telah mengharamkan jasadnya dari
api neraka"
(HR. An-Nasa'i)
1. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada
kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat.
Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara
maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin
Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu
berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan.”
Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan
kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)
Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar
diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka.
Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar,
allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik
lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan
ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami
taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.
2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang
kembali diberikan kepada kita.
Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan
bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan
untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan
pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang
diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan
untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita
dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai
bentuk syukur.
3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan.
Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para
shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan
Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk
berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup
pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).
Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka
sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar
selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan
turunnya rahmat.
4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat
sebesar mungkin dari bulan Ramadan.
Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya
dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri
kepada Allah.
5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan
ketaatan.
Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya
dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan
aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah,
niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]
6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan
Ramadan.
Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu.
Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa
kita benar dan diterima oleh Allah.
“Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu
tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.
7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan
kebiasaan buruk.
Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan.
Ramadan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]
8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang
mendukung proses tadzkiyatun-nafs.
Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum,
dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan
pada bulan Ramadan.
9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:
- buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat
subuh dan zhuhur.
- membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.
- membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.
10. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang
bersih.
Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah
saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya.
Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan
silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat
bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi
orang lain.
Dikutip dari : faperta.ugm.
Jumat, 05 Juli 2013
Memilih hidup sekali lagi
Dikisahkan, Tuhan setiap saat
mendengar keluh kesah, ketidakpuasan, dan penderitaan dari
manusia ataupun dari makhluk lain ciptaan-Nya. Pada suatu
ketika, Tuhan ingin sekali tahu
bagaimana jika semua makhluk tersebut diberi kesempatan
memilih hidup sekali lagi, ingin
menjadi apakah masing-masing dari mereka? Maka, Tuhan pun bertanya
kepada semua
makhluk ciptaan-Nya.
Saat itu, tikus dengan cepat menjawab, "Jika diberi
kesempatan memilih, aku ingin menjadi
kucing. Enak jadi kucing, dia bisa bebas merdeka berada di
dapur, disediakan makanan, susu,
dan dielus-elus oleh manusia."
Kucing pun dengan sigap menjawab,
"Kalau bisa memilih, aku ingin jadi tikus. Kepandaian tikus mengelilingi
lorong-lorong rumah membuat orang serumah kewalahan, dan tikus bahkan bisa
mencuri makanan yang tidak bisa aku santap. Hebat sekali
menjadi seekor tikus."
Saat pertanyaan yang sama
disampaikan ke ayam, ayam menjawab, "Pasti aku ingin menjadi
seekor elang. Lihatlah langit di atas sana, elang tampak
begitu perkasa mengepakkan sayapnya yang indah di angkasa luas, membuat semua
makhluk iri, ingin menjadi seperti dirinya. Tidak seperti diriku, setiap hari
mengais makanan, terkurung dan tidak memiliki kebebasan sama sekali."
Sebaliknya, si elang segera menjawab, "Aku mau menjadi
seekor ayam. Ayam tidak perlu
bersusah payah terbang kesana-kemari untuk mencari mangsa.
Setiap hari sudah disediakan
makanan oleh petani, diberi suntikan untuk mencegah
penyakit, dan ayam begitu terlindung di
dalam kandang yang nyaman, bebas dari hujan dan panas."
Saat pertanyaan yang sama
diberikan pada manusia, ternyata perempuan dan lelaki pun
memberikan jawaban yang beda. Si perempuan menjawab,
"Saya ingin menjadi laki-laki.
Pemimpin besar dan yang hebat-hebat adanya pasti di dunia
laki-laki, Menjadi perempuan
sangatlah menderita, harus selalu melayani, bertarung nyawa
melahirkan anak, kemudian
membesarkan mereka, ini adalah pekerjaan yang sangat
melelahkan."
Kaum lelaki pun tak urung ikut menjawab, "Aku mau jadi
perempuan. Halus budi bahasanya,
tidak perlu bekerja keras menghidupi keluarga, selalu
disayang, dilindungi dan dimanjakan.
Ingat, tidak ada pahlawan yang lahir tanpa seorang
perempuan, surga saja ada di bawah
telapak kaki ibu atau perempuan."
Setelah mendengar semua jawaban para mahluk ciptaan-Nya,
Tuhan pun memutuskan tidak
memberi kesempatan untuk memilih lagi. Maka, setiap makhluk
akan kembali menjadi makhluk
yang sama.
Pembaca yang berbahagia,
Ada pepatah yang mengatakan, "Rumput tetangga selalu
lebih hijau dibandingkan dengan
rumput di kebun sendiri." Hal tersebut sejalan dengan
kisah di atas. Memang, tak bisa
dimungkiri jika manusia kadang justru lebih sering
memikirkan kelebihan, kebahagiaan, dan
kesuksesan orang lain. Hal ini membuat orang acap kali
mengabaikan apa yang sudah
dimilikinya. Tak heran, jika pikiran selalu dipenuhi dengan
perasaan tersebut, maka hidup akan
selalu menderita akibat terbiasa selalu
membanding-bandingkan. Padahal, tahukah kita jika
orang yang kita pikirkan justru mungkin berpikir sebaliknya?
Maka, dengan mampu
menerima dan bersyukur apa adanya atas apapun yang kita miliki
adalah kebijaksanaan.
Dan, bisa ikut berbahagia melihat kebahagiaan dan kesuksesan orang
lain adalah kekayaaan
mental.
Mari, cintai apa yang
kita miliki, hidup pasti akan lebih berarti. Maka, kita akan bisa
menyongsong
kegembiraan dan kebahagiaan sejati.
Dikutip dari Bpk. Andrie Wongso , motivator utama Indonesia.
Losari Makassar
Nemenin Mas Rifki dan Adek Arin yang lagi liburan di Makassar . Jalan Santai & jajan , minggu pagi 30 Juni 2013 ,di pantai Losari . Baru jam 6.30 pagi udah puanass...!
Minggu, 30 Juni 2013
Minggu, 19 Mei 2013
Ibumu.. Ibumu...Ibumu..
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى
إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ
أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ
صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah
diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya.
Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6
bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak,
jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat
Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ
وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman :
14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam
kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya
menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada
ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ،
مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ
أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata,
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,
‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi
shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali
bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab,
‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau
menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971
dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut
menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga
kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu
‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah
hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa
menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil,
kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak,
hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki
oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X :
239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar
dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah,
beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama
sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja
menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan
rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih
utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu
sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali
kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka
dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan
akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara
sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta,
engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu
dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah
urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal
umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong
selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah
telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya
anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari
Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ
لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang
dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali
bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang
besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua
kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung
satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada
kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan
sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi
kebahagiannya.
Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang
penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya
di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا
لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat
patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan
lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu
Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau
belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika
melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang
mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan
menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku
cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu
Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas
berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu
kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada
Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau
berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah
ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al
Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As
Shohihah (2799))
Pada hadits di atas
dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung,
bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang
diterima Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan
dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah
ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai
seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah
amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk
dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu
adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini
artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.
Jangan Mendurhakai Ibu
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن
الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال
وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat
durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak
kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci
jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan
menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no.
593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi
penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’
terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu.
Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi
penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada
berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau
limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi
menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan
ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)
Buatlah Ibu Tertawa
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ،
فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi
wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku
tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah
keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih :
HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim
(IV/152))
Jangan Membuat Ibu Marah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ،
وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah
tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul
Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai
pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas
ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan
melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya,
kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan
dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam hadits yang shahih
Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ
الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap
anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang
yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32,
481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi
setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan
senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia
mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan
terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a
melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a
seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu,
berbaktilah, selagi masih ada waktu…
والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان
الى يوم الدين
Artikel muslimah.or.id
Penulis : Hilda Ummu Izzah
Muraja’ah : Ustadz Ammi Nur Baits
Selasa, 14 Mei 2013
AJAIBNYA KEADAAN SEORANG MUKMIN
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan
menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” Surat Al
Anbiya` (35).
Pada ayat diatas Allah Ta`ala memberitakan bahwa selama kita
masih hidup di dunia, pasti akan menemui tiga perkara yang sudah menjadi
sunnatullah (ketetapan Allah), yaitu:
1.Mati
2.Diuji dengan keburukan
3.Diuji dengan kebaikan
Sebelum sunnatullah yang dalam bentuk
kematian datang memutus kehidupan seseorang didunia, maka ia akan terus ditimpa
oleh dua sunnatullah yang lainnya secara silih berganti, yaitu ujian dalam
betuk kebaikan dan ujian dalam bentuk keburukan (musibah).
Alhamdulillah, kita diwarisi oleh
Rasulullah Shalallahu `Alayhi wa Sallam Al Qur`an dan Assunnah sebagai sebagai
pedoman hidup. Dimana dua pedoman hidup tersebut disusun langsung oleh sang
pencipta kehidupan itu sendiri dan Dzat yang paling mengerti seluk beluk dan
rahasia kehidupan yakni Allah Ta`ala melalui utusanNya Nabi Muhammad Shalallahu
`Alayhi wa Sallam. Diantara kandungan Al Qur`an dan Assuunnah ini, terdapat
sebuah pedoman yang akan membimbing siapapun orang yang mengimani keduanya
(kaum mukminin) agar dalam setiap sunnatullah (musibah dan kesenangan) tersebut
selalu dalam keadaan beruntung (berpahala). Dengan kata lain selama ia masih
hidup di dunia ini, maka ia akan selalu beruntung baik ketika berhadapan dengan
musibah atau dengan kesenangan. Oleh karena itu kita perlu mempelajari kembali
Alqur`an dan Assunnah dalam masalah ini, agar kita dapat menyikapi setiap
ujian-ujian tersebut dengan sikap yang tepat.
Suatu ketika Rasulullah
Shalallahu `Alayhi wa Sallam pernah mengungkapkan kekagumannya terhadap keadaan
kaum mukminin. Sebagaimana yang ditegaskan oleh beliau Shallallahu `Alalyhi
Wasallam dalam sabdanya:
”Sungguh mengherankan perkara orang mukmin itu, sesungguhnya
seluruh perkaranya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak dimiliki oleh
siapapun kecuali orang mukmin. Jika dia diberi sesuatu yang menggembirakan dia
bersyukur, maka ia menjadi baik baginya. Dan apabila ia ditimpa suatu madharat,
ia bersikap sabar, maka itu menjadi baik baginya.”(HR.Muslim)
Dalam hadits diatas, Rasulullah
Shalallahu `alayhi wasallam memberitakan bahwa bagi seorang mukmin, baik
didalam kesenangan maupun musibah, tetap ada peluang untuk beruntung
(berpahala).
1.Ujian dalam bentuk kebaikan. Dalam ujian model ini ada
kewajiban bagi seorang mukmin padanya, yaitu bersyukur. Dengan memanfaatkan
segala kenikmatan tersebut untuk ketaatan kepada Allah sehingga dengan sikap
syukur atas kenikamatan itu, menjadikan ia akan semakin dekat dengan Allah dan
inilah orang yang beruntung dalam ujian jenis ini. Namun ada pula orang yang
gagal dalam ujian jenis ini, yaitu orang yang dengan ujian ini justru semakin
jauh dari Allah, yaitu ketika nikmat yang Allah berikan tersebut malah ia
gunakan untuk durhaka dan maksiat kepada Allah, sehigga dengan nikmat tersebut
ia justru semakin jauh dari Allah. Allah Ta`ala berfirman dalam surat Ibrahim
(7):
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
2.Ujian dalam bentuk Musibah. Dalam ujian model ini, juga
ada kewajiban seorang mukmin padanya yaitu bersabar. Ketika bersabar dalam
keadaan ini, maka sikap yang muncul adalah upaya untuk terus mengintrospeksi
dan mengoreksi diri (bertaubat) atas dosa-dosa yang ia lakukan, sehingga selain
mendapatkan pahala, sikap sabar ini juga dapat menggugurkan dosa-dosanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu `Alayhi wa Sallam:
”seorang muslim tidak ditimpa oleh rasa
letih,penyakit,gelisah, sedih, gangguan ataupun kegundahan, hingga duri tertancap
padanya melainkan Allah menebus dengannya sebagian dari
kesalahan-kesalahannya.(HR.Bukhary & Muslim).
Maka dengan sikap sabar ini, ia
akan semakin dekat kepada Allah dan inilah orang yang beruntung dalam ujian
model ini. Namun ada pula orang yang gagal dalam ujian model ini, yaitu ketika
ditimpa musibah ia tidak mau mengoreksi dirinya (bertaubat), dan justru
mengeluh dan tidak ridha dengan ketentuan Allah tersebut. Ia merasa amalnya
sudah baik semua dan dirinya bersih dari dosa, sehingga anggapannya itu
menghambat dirinya dari upaya untuk taubat dan lebih dekat kepada Allah Ta`ala.
Tentu sikap semacam ini tidak sesuai dengan tujuan Allah Ta`ala menurunkan
musibah tersebut yaitu agar hambanya mau kembali (bertaubat) kepadaNya,
sebagaimana yang Allah beritakan dalam surat Ar Ruum (41):
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).”
Maka bagi seorang mukmin,
kelezatan itu bukan hanya pada kenikmatan, tetapi juga ada pada musibah. Sebab
dalam kenikmatan seorang mukmin itu berpeluang beruntung (berpahala) karena
“syukurnya”, dan dalam musibah seorang mukmin juga berpeluang beruntung
(berpahala) karena “sabarnya”. Oleh sebab itu Alhamdulillah, seorang mukmin itu
selama ia hidup di dunia akan selalu beruntung, baik dalam keadaan suka maupun
dalam keadaan duka, hingga maut memutus kehidupannya di dunia. Wallahu A`lamu
Bishshawaab./Sirbram/Samudra Ilmu.
Rabu, 08 Mei 2013
Labbaik Allahuma Labbaik... Aku datang memenuhi panggilan MU ya Allah.. Alhamdulillah semua berjalan lancar , sehat walafiat tak kurang suatu apa , pergi dan kembali . Bahkan barang barang bagasi yang sempat dikhawatirkan tertunda dapat tiba dirumah tak kurang suatu apa ... Ini memang yang pertama dan mudah - mudah an bukan yang terakhir .
Karebosi
Alun alun kota Makassar . Emak dan Uni mejeng di Alun alun kota Makassar , Karebosi dengan latar belakang Menara Bosowa dan di depan Makassar Trade Centere ( MTC ) .
Jumat, 08 Maret 2013
Kamis, 21 Februari 2013
Kuala Kencana - Timika
Lambang kota Kuala Kencana , ditengah kota tambang Tembaga Pura , Timika .Kota yang ditata secara " western lifesytle " nan apik , Eco / Green city . Kota ditengah hutan belantara hujan tropis papua , yang curah hujannya mengalahkan " kota hujan " Bogor dan tingkat endemi malaria ( dan sekarang HIV ) yang tinggi !
Langganan:
Postingan (Atom)