Senin, 15 Oktober 2012

Perjalanan dinas terakhir sebelum pensiun .. ber awal dan ber akhir di perhubungan udara . Pengabdian 33 tahun di lingkungan perhubungan udara semoga memberi makna bagi kehidupan diri pribadi , keluarga, kerabat , sahabat  dan terutama kepada kehidupan berbangsa dan ber Negara . Dapat memberikan tauladan kepada anak keturunan untuk bekerja dengan penuh cita dan cinta .

Rabu, 26 September 2012

wisuda

Ditengah padang luas lapang terbentang , deru debu dan harapan berterbangan , ditengah terik matahari bulan September yang memanggang , kami tetap bertahan , menyaksikan wisuda Taruna - Taruni Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan ( ATKP )  Maccopa - Makassar tahun 2012 . Semoga jalan luas lapang terbentang di depan , walau tetap banyak kerikil- kerikil tajam yang siap menghadang dan menggelincirkan , tetaplah teguh , kukuh untuk berjuang , meraih masa depan yang di cita - citakan , menjadi dambaan dan kebanggan Keluarga , Negara dan Agama .Amin.

Minggu, 23 September 2012

The Last and At Last..!

Rekonsiliasi terakhir , sebelum akhirnya betul - betul rest in place ( alias DRS , di rumah saja ) alias pension ... Hotel Singhasari Resort , Beji , Batu - Malang19 Sept 2012.

Selasa, 04 September 2012

Yuk Dzikir !



Zikir (atau Dzikir) artinya mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah. Zikir adalah satu kewajiban. Dalilnya adalah:
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." [QS Al Ahzab 33:41]
Tidak berzikir akan mengakibatkan seseorang jadi orang yang rugi.
"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi." [QS Al Munaafiquun 63:9]
Allah mengingat orang yang mengingatNya.
“Karena itu, ingatlah Aku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al Baqarah:152]
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." [QS Ali 'Imran 3:190-191]
Dengan berzikir hati menjadi tenteram.
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." [QS 13:28]
Di antara zikir yang utama adalah Laa ilaaha illallahu (Tidak ada Tuhan selain Allah)
"Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: 'Zikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallahu" [HR Turmudzi]
‘Rasulullah bersabda : ‘Sesungguhnya aku berkata bahwa kalimat : ‘Subhanallah, wal hamdulillah, wa Laa Ilaaha Illallah, wallahu akbar’ (Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Allah Maha Besar) itu lebih kusukai daripada apa yang dibawa oleh matahari terbit.’ (HR Bukhari dan Muslim)
Zikir memiliki pengaruh yang kuat terhadap kecemerlangan cahaya batin. Hati yang selalu terisi dengan Cahaya Zikir akan memancarkan Nur Allah dan keberadaannya akan mempengaruhi perilaku yang serba positif.
Kebiasaan melakukan zikir dengan baik dan benar akan menimbulkan ketentraman hati dan menumbuhkan sifat ikhlas. Hikmah zikir amatlah besar bagi orang yang ingin membangkitkan kekuatan indera keenamnya ( batin ). Ditinjau dari sisi ibadah, zikir merupakan latihan menuju Ikhlasnya hati dan Istiqomah dalam berkomunikasi dengan Al Khaliq ( Sang Pencipta ).
Ditinjau dari sisi kekuatan batin, zikir merupakan metode membentuk dan memperkuat Niat Hati, sehingga dengan izin Allah SWT, apa yang terdapat dalam hati, itu pula yang akan dikabulkan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, zikir memiliki beberapa manfaat, diantaranya : Membentuk, Memperkuat Kehendak, Mempertajam Batin, sekaligus bernilai Ibadah.
Dengan zikir berarti membersihkan dinding kaca batin, ibarat sebuah bohlam lampu yang tertutup kaca yang kotor, meyebabkan cahaya-sinarnya tidak muncul keluar secara maksimal. Melalui zikir, berarti membersihkan kotoran yang melekat sehingga kaca menjadi bersih dan cahaya-sinarnya bisa memancar keluar.
Sampai disini mungkin timbul suatu pertanyaan. Apakah zikir memiliki pengaruh terhadap kekuatan batin ? untuk menjawab pertanyaan ini, kiranya perlu diketahui bahwa hal tersebut merupakan bagian dari karunia Allah SWT.
Dalam sebuah Hadist. Bahwa dengan selalu mengingat Allah menyebabkan Allah membalas ingat kepada seorang hamba-Nya ” Aku selalu menyertai dan membantunya, selama ia mengingat Aku ” karena itu, agar Allah senantiasa mengingat Anda, perbanyaklah mengingat-Nya dengan selalu berzikir. Ayo biasakan Zikir...


Senin, 03 September 2012

Himah Nuzulul Qur'an



Hikmah Nuzulul Qur’an
Oleh : Dr.H.M. Roem Rowi,MA.
Al Qur'an secara riil baru turun dan diterima Rasulullah kurang lebih 15 abad yang lalu. Namun nilai, hikmah, dan mutiaranya telah hadir jauh sebelum itu, yaitu bersama kehadiran manusia itu sendiri di planet bumi ini. Hal itu disebabkan :
1.     Pertama
Kehadiran Al Qur'an memang semata-mata karena manusia untuk manusia dan hanya menggarap manusia. Meski akan dan pasti berimplikasi global lagi total. Manusia nyaris segala-galanya bagi Al Qur'an.
2.     Kedua
Al Qur'an, baik secara etimologi maupun terminologi adalah himpunan dan capita selecta, himpunan hikmah dan mutiara kebenaran ajaran yang pernah diturunkan oleh Al Khalik kepada setiap Nabi dan Rasul, sejak era Nabi Adam A.S. sampai dengan Nabi besar Muhammad SAW untuk menuntun dan membimbing umat manusia menuju suatu tujuan yang akan mampu mempertahankan harkat dan martabatnya yang teramat mulia lagi berkualitas membahagiakan dan mensejahterakannya serta menyelamatkannya dari hal-hal yang menyesatkannya; lagi menjatuhkannya dari derajat, harkat, dan martabatnya yang mulia dan sangat terhormat tersebut. Karenanya, untuk menunjukkan betapa penting dan vitalnya kehadiran Al Qur'an bagi manusia dan totalitas alam semesta, serta fatalnya akibat mengubah dan mengabaikannya, Allah sendiri perlu menegaskan jaminan kelestarian Al Qur'an dan otensitasnya (15:9). la dan nilainya akan tetap lestari dan abadi atas jaminanNya. Untuk memvisualisasikan nilai tambah produktifitas dan dampak positifnya terhadap manusia dan jagad raya, digambarkan bahwa malam Qodar yang bertepatan denga turunnya Al Qur'an dan bersentuhan dengannya, mendapatkan percikan nilai tambah (berkah) dari padanya sehingga melampaui dan memecahkan rekor nilai ibadah dan berjihad selama 1.000 bulan (kurang lebih 83,33 tahun) secara terus menerus (97 : 1-5).
Tentu ini berarti pula, bahwa setiap muslim siapapun manusianya mampu membuat dirinya lebih bernilai daripada ribuan atau jutaan orang manusia lainnya, asal ia siap mendapatkan sentuhan-sentuhan Al Qur'an dalam segala aspek kehidupannya. lapun bisa lebih hebat dari nilai malam Qadar itu sendiri, manakala ia telah berinteraksi positif dengan nilai-nilai Al Qur'an. Kiranya iapun harus terpacu untuk menjadikan dirinya manusia yang lebih menekankan kualitas dan produktifitas, daripada sekedar puas dengan kuantitas.
Dalam banyak ayat, Al-Qur'an menegaskan pengakuannya akan potensi dan keunggulan-keunggulan yang diberikan dan diamanatkan kepada mahluk yang bernama manusia, yaitu:
1.     la dimuliakan dan diistimewakan di atas segenap mahluk yang lain dengan kemampuanmenjelajahi dan mengeksploitasi segala penjuru jagad raya (17:70).
2.     la dipercaya sebagai Khalifah dan mandataris-Nya di bumi karena kemampuannya menyerap dan mengembangkan IP-TEK (2 :30-31 :165).
3.     Karenanya pula malaikat, mahluk yang lebih suci, itupun diperintahkan untuk sujud dan hormat kepadanya (2:34).
4.     Diciptakan-Nya dalam bentuk dan struktur yang paling baik, lengkap dan sempurna (95:5).
5.     Ditundukkannya seluruh jagad raya untuk mengabdi kepada kepentingannya (31:21, 45:13, 14:32-34).
6.     Dibekalinya dengan sarana pengindera, kekuatan akal sebagai pengendali, otak dan nalar sebagai daya cipta, perasaan dan kalbu sebagai referensi dan timbang rasa nafsu dan keinginan sebagai motor pendorong dan dinamika (16:78).
7.     Dibekalinya dengan potensi dan kecenderungan bertauhid sebagai fitrahnya (30:30, 7:172-173).
8.     Iapun bebas memilih, menentukan dan memutuskan setelah Allah memilah dan menunjukkan (18:29,76:3,2:256). Dalam konteks ini memilih kufur sekalipun dipersilahkan.
Di sisi lain Al-Qur'an mengingatkan manusia akan berbagai keterbatasan, kelemahan, dan kekerdilannya yang menjadi kendalanya bahkan tidak jarang pula menjerumuskannya dan membinasakannya,antara lain :
1.     Kecenderungan melampaui batas dan mengambil jalan pintas, lebih-lebih bila telah merasa cukup ilmu dan segala sarana yang mendukungnya (96:6-7, 28:78).
2.     Kecerobohan, ketergesaan dan kejahilannya (17:11, 33:72).
3.     Kekufuran clan kecilnya keterbukaan untuk secara satria menerima kebesaran tuntutan Tuhannya (17:89,25:50,14:34, 100:6), dan mengakui kesalahannya.
4.     Rawan dan lemahnya daya tahan mental spiritual dalam menghadapi berbagai tantangan dan ujian kehidupan (70:19-22, 17:83).
5.     Kecenderungan yang cukup berlebihan dan serakah kepada dunia, materi serta lalai akan tanggung jawab akhirat (75:20-21, 85:16-17, 89:19-20, 100:8).
6.     Keterbatasan kemampuan fisik, termasuk akal fikiran dan masih banyak lagi kelemahan lain yang sering tidak disadarinya (4:28, 8:66, 30:54).
Karena kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang jauh lebih banyak daripada keunggulan-keunggulan yang dimiliki manusia itulah Al Qur'an senantiasa mengingatkan agar selalu sadar bahwa keunggulan dan supremasi yang dia miliki itu bukan jaminan baginya untuk tetap unggul, bahkan bisa jadi sebaliknya suatu yang inheren pada dirinya. Kesemuanya itu sekedar amanat dan pinjaman, bukan anugerah ataupun pemberian, manusia selalu dituntun-Nya untuk menyadari, meyakini, dan mengatakan : "Tiada daya atau kekuatan apapun kecuali dengan kekuatan (pinjaman) Allah Yang Maha Agung".
Kejatuhan Adam meski dengan keunggulan IPTEKnya harus menjadi pelajaran sepanjang masa bagi umat manusia, anak turun Adam yang tidak boleh terulang kembali. Pelajaran tersebut antara lain .
1.     IPTEK tanpa dipadu oleh IMTAQ hanya akan menambah keserakahan dan kecongkakan yang akan mengantarkan umat manusia pada malapetaka dan kehancuran.
2.     Demikian halnya pelanggaran,penyimpangan, dan mengabaikan garis yang telah ditetapkan oleh Allah yang Maha Penentu
3.     Sebaliknya, bencana dan lapetaka muncul akibat penyimpangan terhdapa ketentuan dan ketetapan-Nya dan sekaligus sebagai andokator kuat bahwa sunnah dan ajarannya tidak berjalan sebagaimana mestinya
4.     Qorun dengan keserakahan dan kecongkakan intelektualnya juga berakhir sebagai akibat dari ucapannya "Segala kekayaan itu kudapatkan hanya semata-mata karena ilmu pengetahuan”(28:78).
Karenanya sangat dimungkinkan bahwa keunggulan dan supremasi, manusia itu,justru akan menjadikannya sebagai makhluk yang paling rendah kualitas dan derajatnya "Kemudian Kami jungkirbaiikkan ke derajat yang paling rendah" (95:5). Bahkan bisa lebih rendah dan lebih brutal dari binatang sekalipun (7:179, 25:44). Manusia hanya akan mampu mempertahankan kodrat dan martabatnya yang super bila mampu mengintegrasikan antara IMTAQ, IPTEK & MORAL
"Kecuali mereka yang beriman dan shaleh (berama,baik)" (95:6),
"Allah (hanya) meninggikan derajat orang-.orang yang ber-MITAQ lagi ber-IPTEK (58:1I).
Kejatuhan manusia pasti akan terjadi manakala ia tidak mampu mengendalikan dirinya, nafsu dan ambisinya atau kalau justru ia yang dikendalikan oleh nafsunya. Hakekatnya, kita ini baru manusia dan hanya manusia selama kita mampu mcngendalikan, menguasa, dan mengerahkan diri kita secara utuh kepada yang haq Juga selama kita masih mau menjaga jarak antara kita dan dunia materi serta mampu pula menundukkan dan mengeksploitasi alam ini agar hanya untuk mengabdi kepada kepentingan kita, sebab Allah berfirman dalam suatu hadist Qudsi Artinya : "Wahai anak Adam! Aku ciptakan kamu hanya semala-mata untuk mengabdi kepadaKu. Sementara segalanya ini (alam) Aku ciptakan semata-mata agar mengabdi kepadamu. Maka jangan sekali-kali kamu disibukkan dan dininabobokan oleh segala hal yang seharusnya semata-mata hanya mengabdi untuk kepentinganmu, sehingga kamu lalai akctn dirimu yang semata-mata hanya untuk mengabdi kepada-Ku".
Karenanya, Allah akan membiarkan sesat orang-orang yang mempertuhankan dan diperbudak oleh hawa nafsunya, membiarkan mereka tertutup rapat pendengaran, akal dan penglihatan mereka, meskipun mereka itu orang berIPTEK dan cerdik cendekia (45:23).
Memang ayat pertama adalah perintah untuk membaca, mengamati, mengkaji, dan meneliti. Sungguh unik dan tiada duanya, apalagi objek yang harus dibaca dan diteliti sama sekali tidak dibatasi dan tidak ditentukan oleh Allah. Ini berarti bahwa apapun harus kita baca, kita teliti, dan kita kaji. Tersirat pula dalam redaksi tersebut bahwa Islam menempatkan ilmu di atas segala-galanya. Namun ayat yang sama mengingatkan kita bahwa objek kajian dan penelitian tersebut haruslah tetap dalam kerangka Rububiyah Allah Tuhan Penata dan Pemelihara alam semesta tidak boleh terputus dari padaNya. Karenanya Allah menyatakan: "Bacalah dengan nama Tuhanmu (Penata dan Pemelihara alam semesta) ".
A
l-Qur'an tidak melihat adanya pemisahan dan keterputusan antara ilmu apapun dengan peran dan keberadaan Tuhan di dalamnya. Kiranya mengkaji bidang/disiplin ilmu apapun, haruslah ditampakkan benang merah yang menghubungkan antara peran dan keberadaan Allah Al Khalik (rububiyah-Nya) dibalik ilmu tersebut. Tanpa adanya upaya untuk mengkolerasikan antara keduanya, pasti hanya akan menghasilkan ilmu dan ilmuwan yang sekuler dan dikhotomis, yang tidak dikenal oleh Al Qur'an maupun Islam, dan juga nyaris tidak mengenal Tuhannya. Akibat dari padanya pun agaknya sudah cukup lama kita rasakan dan cukup membuat manusia menderita.
Dalam aspek moralitas, tampak bahwa Al Qur'an pun menekankan adanya kesatuan yang utuh dan padu antara aqidah syariah dan ahlak/moral. Ahlak moral bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri dan terpisah dalam ajaran Al Qur'an , dari yang lain.
Karenanya, bukanlah aqidah yang benar jika tidak menghasilkan ibadah yang benar pula. Tidaklah ada artinya yang tidak menghasilkan ahlak karimah (moral terpuji). Begitu juga yang tidak berasaskan aqidah dan syariat, bukanlah moral yang sebenarnya. Maka ahlak adalah jabaran praktis dari ibadah dan ibadah adalah jabaran konkrit dari aqidah.
Dalam konteks ini Al-Qur'an juga tidak hadir dengan teori-teori ahlak yang rumit dan pelik, lagi tidak membumi sebagai yang dihadirkan oleh para filosof. Al Qur'an hanya menunjukkanmana yang haq (benar) dan mana yang salah, disertai contoh konkrit dan praktis dengan menunjuk figur yang memperbuatnya sehingga menjadi lebih membumi praktis dan realistis. Bahkan seluruh nilainya telah teruji cobakan dalam sejarah perjalanan umat manusia. Praktek kehidupan Rasul adalah jabaran moral Al Qur'an, sedang Al Qur'an adalah gambaran tentang ahlak Rasul, sebagaimana jawaban Aisyah, istri beliau ketika ditanya tentang  itu : Artinya : 'Akhlak Rasulullah adalah Al Qur'an".
Agaknya masalah keteladanan adalah unsur yang sangat penting dan ditekankan. Al Qur'an juga hanya berorientasi pada yang benar bukan hanya baik, apalagi sekedar yang enak. Karenanya sejak lembar pertamanya Al Qur'an sudah menyatakan bahwa seluruh kandungannya bernilai pasti, benar, dan tidak sedikitpun yang meragukan (2:2). Dalam berpuluh-puluh ayat yang lain Al Qur'an memproklamirkan dirinya hanya untuk dengan kebenaran yang mutlak (haq) dan hanya bermuatan yang haq itu pula (a.l. 13:1, 17:105) sempurna tanpa sedikitpun cacat atau salah (11:1, 18:1, 41:42). Penegasan demikian tentunya bukan saja wajar, melainkan perlu, penting, dan harus. Sebab ia datang dari Dzat yang Maha Benar dan fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk haruslah benar, jelas, dan tegas. Sementara kebenaran maupun kebaikan menurut manusia sangat relatif bahkan bias, akibat keterlibatan kepentingan dan interest mereka, di samping keterbatasan akal manusia. Padahal kalau saja kebenaran itu harus mengikuti keinginan dan kepentingan mereka yang dhaif dan relatif itu, resikonya sangat mengerikan, hancur binasanya jagad raya lengkap dengan seluruh isinya (23:71)
Meskipun demikian, penegasan-penegasan bisa menjadi tidak berarti sama sekali, manakala prinsip Syahadah Tauhid (Monotheisme) belum tumbuh dan terbangun secara kokoh dalam diri setiap muslim umat Al-Qur'an. Dalam kondisi demikian tentu sulit diharapkan untuk senantiasa bertahkim kepada Al Qur'an dan menjadikan Al Qur'an sebagai acuan pertama dan utama serta menerima kemutlakan kebenrannya yang menjadi kewajiban setiap individu sebelum secara kelembagaan
Moralitas yang baik, kokoh dan konsisten hanya akan muncul dari pribadi yang senantiasa merasakan kehadiran Allah bersamanya, untuk menuntun hati nurani dan nalurinya di samping juga mengawasinya. Juga yang selalu sadar dan merasakan pengawasan melekat oleh malaikat di kanan kirinya sebelum pengawasan oleh sesamanya.
Begitu juga yang senantiasa sadar bahwa segala perbuatannya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Khaliknya yang Maha Adil dan tidak mengenal rekayasa. Mereka itulah pengemban amanat Allah yang sebenarnya sadar akan tugas dan fungsinya yang harus tunduk kepadanya (beribadah) (51:56).
Agaknya, memang itulah misi dan tujuan utama kehadiran Al Qur'an dan nabi besar Muhammad SAW, dalam sabdanya : Artinya : "Aku diutus semata-mata hanya untuk mewujudkan pribadi yang berahlak mulia lagiparipurna”
Kiranya pribadi-pribadi yang bermoralitas
Al-Qur’an sedemikian rupa, sangat dibutuhkan untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Peluang dan sekaligus tantangan ini tentunya harus dijawab oleh umat ini. Mampukah kita mengaktualisasikan potensi kekuatan etik dan moral Al-Qur'an ini untuk mengarahkan, lebih mensukseskan dan mengamankan pembangunan? Sekaligus membuktikan bahwa kita ini adalah Khoiru Ummah dan Rahmatan Lil'alamin ?
Umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa ini, tentu bukan saja yang paling berkepentingan terhadap hasil pembangunan, melainkan juga yang harus paling bertanggung jawab atas kebenaran arah, aman, dan suksesnya pembangunan.Dan pembangunan suatu bangsa dan negara tidak mungkin akan sukses, tanpa adanya pelaku-pelaku pembangunan yang bermoral terpuji dan handal. Kiranya benarlah kata ahli hikmah : "Eksistensi suatu umat/bangsa semat-mata tergantung kepada eksistensi akhlak dan moralnya. Bila moral mereka bejat, maka pastilah bangsa itu akan binasa.
Demikianlah sekelumit hikmah Nuzulul Qur'an dan kaitannya dengan pembinaan Ahlaqul Karimah. Kiranya umat ini perlu segera mengadakan gerakan nasional untuk memahami dan kembali kepada A
l Qur'an, untuk kita jadikan anutan dan acuan dalam rangka menyukseskan pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia menuju terwujudnya Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur.

Kamis, 23 Agustus 2012

Indah nya Al-Quran


Indahnya AL-QURAN yang merupakan pertanda bahwa Al-Qur’an memang merupakan firman Tuhan, bukan merupakan hasil pemikiran Nabi Muhammad, sehingga isinya tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Allah SWT berfirman :
Artinya :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى

[53:1] Demi bintang ketika terbenam.
مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى
[53:2] kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى
[53:3] dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quraan) menurut kemauan hawa nafsunya.
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
[53:4] Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى
[53:5] yang diajarkan kepadanya oleh (jibril) yang sangat kuat.
ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى
[53:6] yang mempunyai akal yang cerdas; dan (jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.
Kalau kita mau berpikir secara logis, kitab suci Al-Qur’an tidak mungkin merupakan rekayasa Nabi Muhammad belaka. Mengapa? Karena Nabi Muhammad adalah seorang yang buta huruf. Ini dapat diketahui sewaktu ia disuruh malaikat Jibril untuk membaca wahyu pertama yang diturunkan Allah kepadanya, yaitu Surah Al-Alaq [96]. Jibril berkata : Iqra’, Iqra’ (‘Bacalah, bacalah, bacalah !!’) sampai 3x (tiga kali). Dan beberapa kali kali pula Nabi Muhammad menjawab : “Maa-ana- beqaa-Ri’in” (‘Saya tidak dapat membaca !!’). Dalam QS. Al-‘Ankabuut [29] ayat 48 dikatakan :
وَمَا كُنتَ تَتْلُو مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذاً لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
[29:48] Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Qur’an) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).
Dalam QS Al-Ankabuut ayat 48 diatas, Allah sedang memberi penjelasan kepada kita, bahwa jika Muhammad seorang yang terpelajar, dan bila ia dapat membaca dan menulis, maka tentulah isi Al-Qur’an semakin diragukan kebenarannya sebagai firman Tuhan oleh orang-orang kafir.
Kebutahurufan Nabi Muhammad sekaligus semakin menguatkan pernyataan tentang kedatangan seorang Nabi yang akan menuntun seluruh umat manusia ke dalam jalan ‘terang benderang’ dari kesesatan nyata seperti yang tertuang dalam AlKitab sbb : “dan, apabila kitab itu diberikan kepada seorang yang tidak dapat membaca dengan mengatakan: “Baiklah baca ini”, maka ia akan menjawab: “Aku tidak dapat membaca.” (Kitab Yesaya 29:12). Selain itu, dalam Injil – Yohanes 16:13 dikatakan “… sebab Ia tidak akan berkata-kata dari dirinya sendiri; tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya…”
Keraguan orang non muslim terhadap Al-Qur’an ini sendiri dipertanyakan oleh Allah SWT yang tertuang dalam QS. As-Sajdah [32] ayat 2 dan 3 serta Al-Baqarah [2] ayat 91.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ بِمَا أَنزَلَ اللّهُ قَالُواْ نُؤْمِنُ بِمَا أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرونَ بِمَا وَرَاءهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَهُمْ قُلْ فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنبِيَاءَ اللّهِ مِن قَبْلُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
[2:91] Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan Allah,” mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?”
تَنزِيلُ الْكِتَابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ الْعَالَمِينَ
[32:2] Turunnya Al-Quraan yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam.
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ لِتُنذِرَ قَوْماً مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ
[32:3] Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: “Dia Muhammad mengada-adakannya.” Sebenarnya Al-Quraan itu adalah kebenaran dari Rabbmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk.
Sebenarnya kalau kita mau realistis, kita dapat melihat bahwa Al-Qur’an memiliki gaya bahasa yang unik dan menakjubkan yang menjadikan pengubahan terhadap tata bahasa Al-Qur’an merupakan suatu upaya yang sia-sia. Semua penerjemah yang jujur mengakui hakikat ini. Edward Montet menulis dalam Transduction Francais berkata :
“Keagungan serta kemuliaan bentuk Al-Qur’an begitu padat sehingga tidak ada terjemahan ke dalam satu bahasa manapun yang bisa menggantikannya. Bahkan seorang pendeta Kristen mengakui bahwa Al-Qur’an dalam bahasa Arabnya mempunyai keindahan yang menawan serta daya pesona tersendiri. Ungkapan katanya yang ringkas, gayanya yang mulia, kalimat-kalimatnya yang benar sering kali penuh dengan irama. Al-Qur’an memiliki suatu kekuatan yang besar serta tenaga yang meledak-ledak yang sangat sulit diterjemahkan seni sastranya.”
Dalam bukunya “Mukjizat Al-Qur’an”, Bapak Quraisy Shihab mengatakan bahwa Al-Qur’an walaupun menggunakan kosa kata yang digunakan oleh masyarakat Arab yang ditemui-nya ketika ayat-ayatnya turun, tidak jarang Al-Qur’an mengubah pengertian semantik dari kata-kata yang digunakan orang-orang Arab itu. Semantik adalah ilmu tentang tata makna atau pengetahuan tentang seluk beluk dan pergeseran makna kata-kata. Setiap kata merupakan wadah dari makna-makna yang diletakkan oleh pengguna kata itu. Boleh jadi ada satu kata yang sama, dan digunakan oleh dua bangsa, suku, atau kelompok tertentu tetapi makna kata itu bagi masing-masing berbeda. Sebagai contoh, kata fitnah misalnya dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘ucapan yang menjelekkan pihak lain’. Tetapi kata itu dalam bahasa Arab berarti ‘cobaan’ atau ‘ujian’.
Makna-makna semantik yang dikandung oleh Al-Qur’an ini yang menjadi salah satu alasan banyak ulama dunia menolak penerjemahan Al-Qur’an langsung ke dalam bahasa lain (tanpa mengikutsertakan teks aslinya); atau paling tidak menamai terjemahannya sebagai ‘terjemahan makna’ bukan ‘redaksi’. Dari sini pula dapat dimengerti jika terjemahan Al-Qur’an kadang tidak sama persis dengan isi Al-Qur’an yang sebenarnya apalagi menggantikan posisinya.
Itulah sedikit ciri bahasa Arab yang tidak mustahil menjadi sebab dipilihnya bahasa ini untuk menjadi bahasa Al-Qur’an. Bukankah sangat sulit menjelaskan pesan yang diinginkan apabila yang menyampaikan miskin perbendaharaan bahasa dan atau bahasa yang digunakan tidak memiliki kekayaan kosa kata serta keragaman gaya ?
Hal ini pernah juga disampaikan oleh Ahmed Deedat dalam bukunya, The Choice. Ia mengatakan bahwa bahasa Arab sangat kaya akan berbagai pikiran dan konsep spritual, sedangkan bahasa Inggris lebih kaya dalam bidang iptek, tetapi bahasa Inggris ini mengecewakan saya. Sepertinya tidak ada kata kerja untuk menggambarkan usaha yang belum selesai. Salah salah satu contohnya, Kamus Oxford yang terkenal di seluruh dunia mendefini-sikan menyalib sebagai membunuh dengan cara mengikat pada sebuah salib. Orang-orang Filipina seperti yang telah disebutkan sebelumnya tidak melakukan penyaliban, tetapi mereka dianggap telah disalib. Tidak ada pertunjukan seperti yang mereka lakukan di film. Ini adalah kejadian nyata dan hanya ‘kematian’ sesaat. Oleh karenanya, setiap pertunjukan dengan salib, dimana korban mencoba untuk menyamai apa yang dialami Yesus tetapi tidak benar-benar meninggal di kayu salib, kita bisa menyebutnya dalam terminologi yang tepat :
- Crucifict sebagai pengganti Crucify (verb [kata kerja]);
- Crucificted sebagai pengganti Crucificed (verb [kata kerja]);
- Crucifiction sebagai pengganti Crucifixion (noun [kata benda]).
Jika Anda mendengar ayat-ayat Al-Qur’an, hal pertama yang terasa di telinga adalah nada dan langgamnya. Ayat-ayat Al-Qur’an walaupun sebagaimana ditegaskan-Nya bukan syair atau puisi, terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya.
Cendekiawan Inggris, Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of Glorious Qur’an, menulis: “Al-Qur’an mempunyai simfoni yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata-kata yang dipilih melahirkan keserasian bunyi dan kemudian kumpulan kata itu melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya. Bacalah misalnya Surah An-Naazi’aat [79] ayat 1-14 berikut ini :
Wannaaziaati gharqaa(1); Wannaasyithaati nasythaa(2); Wassaabihaati sabhaa(3); Fassaabiqaati sabqaa(4); Fal mudabbiraati amra (5)
Kemudian begitu pendengaran mulai terbiasa dengan nada dan langgam ini, Al-Qur’an mengubah nada dan langgamnya. Bacalah lanjutan ayat-ayat tersebut :
Yauma tarjufurraajifah(6); Tatbauhar raadifah(7); Quluubuy yaumaidziw waajifah(8); Abshaa ruhaa khaasyi’ah(9); Yaquuluuna ainnaa lamarduuduuna fil haafirah(10); Aidzaa kunnaa izhaaman nakhirah ?(11); Qaaluu tilka idzan karratun khaasirah(12); Fainnamaa hiya zajratuuw waahidah(13); Faidzaahum bissaahirah (14)
Setelah itu dilanjutkannya dengan mengubah nada dan langgamnya hingga surah ini berakhir.
Tidak mudah menyusun kalimat singkat tetapi sarat makna, karena pesan yang banyak apabila Anda tak pandai memilih kata dan menyusunnya memerlukan kata yang banyak pula. Nah, Al-Qur’an memiliki keistimewaan bahwa kata dan kalimat-kalimatnya yang singkat dapat menampung sekian banyak makna. Bapak Quraisy Shihab menganalogikan hal ini bagaikan berlian yang memancarkan cahaya dari setiap sisinya.
Sebagai contoh, beliau mengambil satu ayat singkat, yaitu firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 212 berikut ini :
Wallaahu yarzuqu mayyasyaa’u bighayri hisaab
Ayat ini bisa berarti :
a. Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang berhak menanyakan kepada-Nya mengapa Dia memperluas rezeki kepada seseorang dan mempersempit yang lain;
b. Allah memberikan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa memperhitung-kan pemberian itu (karena Dia Maha Kaya, sama dengan seseorang yang tidak mem-perdulikan pengeluarannya);
c. Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang diberi rezeki tersebut dapat menduga kehadiran rezeki itu;
d. Allah memberikan rezeki kepada seseorang tanpa yang bersangkutan dihitung secara detail amal-amalnya;
e. Allah memberikan rezeki kepada seseorang dengan jumlah rezeki yang amat banyak, sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya.
Pengertian (a) menjelaskan perolehan rezeki yang pada dasarnya adalah karena anugerah Ilahi.
Pengertian (b) menggarisbawahi betapa luas kekayaan Allah SWT.
Pengertian (c) mengisyaratkan bahwa ada orang-orang yang dianugerahi oleh Allah rezeki dari sumber yang dia tidak duga sebelumnya.
Pengertian (d) mengisyaratkan bahwa ada orang-orang mukmin yang dimasukkan Allah ke surga, tanpa Allah melakukan perhitungan mendetail tentang amal-amalnya.
Pengertian (e) mengandung arti bahwa Allah melipatgandakan ganjaran seseorang, dengan pelipatgandaan yang tidak dapat dihitung.
Selain itu, yang menakjubkan, Al-Qur’an ternyata mempunyai keseimbangan redaksi. Dalam QS. Asy-Syuura [42] ayat 17 dinyatakan :
اللَّهُ الَّذِي أَنزَلَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ وَالْمِيزَانَ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ قَرِيبٌ
[42:17] Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat ?
Apa yang telah dikatakan oleh ayat tadi bukanlah omong kosong belaka. Rasyad Khalifah telah membuktikan kebenaran ayat ini.
Ia memulainya dengan mengulas kata basmalah (bismillaahirrahmaanirraahiim) yang terdiri dari 19 huruf. Selanjutnya dikatakan bahwa jumlah bilangan kata-kata basmalah yang terdapat dalam Al-Qur’an tersebut walaupun berbeda-beda, keseluruhannya habis terbagi oleh angka 19. Perinciannya adalah sbb :
1. ism dalam Al-Qur’an sebanyak 19 kali;
2. Allah sebanyak 2698 kali yang merupakan perkalian 142 x 19;
3. Ar-Rahman sebanyak 57 = 3 x 19;
4. Ar-Rahim sebanyak 114 = 6 x 19.
Dari sini kemudian ia beralih pada keseimbangan-keseimbangan yang lain.
Abdurrazaq Naufal dalam bukunya Al-Ijaz Al-Adad Al-Qur’an Al-Karim (Kemukjizatan dari Segi Bilangan dalam Al-Qur’an) yang terdiri dari tiga jilid, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tsb. Bapak Quraisy Shihab menyimpulkannya secara sangat ringkas sbb :
a. Keseimbangan Jumlah Kata-Kata Antonimya
Misalnya :
1. Al-hayah (kehidupan) dan Al-maut (kematian) masing-masing sebanyak 145 kali.
2. An-naf (manfaat) dan Al-fasad (kerusakan/mudarat) masing-masing sebanyak 50 kali.
3. Akhirat terulang 115 kali sebanyak kata dunia.
4. Malaikat terulang 88 kali sebanyak kata setan.
5. Al-harr (panas) dan Al-bard (dingin) masing-masing 4 kali.
6. Ash-shalihat (kebajikan) dan As-sayyiat (keburukan) masing-masing 167 kali.
7. Ath-thuma’ninah (kelapangan atau ketenangan) dan Adh-dhiq (kesempitan atau kekesalan atau kecemasan) masing-masing 13 kali.
8. Ar-rahbah (cemas atau takut) dan Ar-Raghbah (harap atau ingin) dalam berbagai bentuknya masing-masing 8 kali.
9. Al-kufr (kekufuran dalam bentuk difinite) dan Al-iman masing-masing 17 kali.
10. Kufr dalam bentuk indifinite dan iman masing-masing 8 kali.
11. Ash-shaif (musim panas) dan Asy-syita (musim dingin) masing-masing 1 kali.
b. Keseimbangan Jumlah Kata-Kata Sinonim atau Makna yang Dikandungnya
1. Al-harts (membajak sawah) dan Az-zira’ah (bertani) masing-masing 14 kali.
2. Al-‘ujub (membanggakan diri atau angkuh) dan Al-ghurur (angkuh) masing-masing 27 kali.
3. Adh-dhallun (orang sesat) dan Al-mauta (mati jiwanya) masing-masing 17 kali.
4. Al-qur’an, Al-wahyu, dan Al-Islam masing-masing 70 kali.
5. Al-aql (akal), dan An-nur (cahaya) masing-masing 49 kali.
6. Al-jahr (nyata) dan Al-Alaniyah (nyata) masing-masing 16 kali.
c. Keseimbangan Jumlah Kata yang Menunjuk Kepada Akibatnya
1. Al-infaq (menafkahkan) dan Ar-Ridha’ (kerelaan) masing-masing 73 kali.
2. Al-bukhl (kekikiran) dan Al-hasrah (penyesalan) masing-masing 12 kali.
3. Al-kafirun (orang-orang kafir) dan An-nar (neraka/pembakaran) masing-masing 154 kali.
4. Az-zakah (penyucian) dan Al-Barakat (kebajikan yang banyak) masing-masing 32 kali.
5. Al-fashiyah (kekejian) dan Al-ghadhab (murka) masing-masing 26 kali.
d. Keseimbangan Jumlah Kata yang Menjadi Penyebabnya
1. Al-israf (pemborosan) dan As-sur’at (ketergesa-gesaan) masing-masing 23 kali.
2. Al-mau’izhah (nasihat/petuah) dan Al-lisan (lidah) masing-masing 25 kali.
3. Al-asra’ (tawanan) dan Al-harb (perang) masing-masing 6 kali.
4. As-salam (kedamaian) dan Ath-thoyyibat (kebajikan) masing-masing 60 kali.
e. Keseimbangan Khusus
1. Kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada jamak (ayyam) dan dua (yaumain), jumlah keseluruhannya hanya 30, sejumlah hari-hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti ‘bulan’ (syahr/asyhur) hanya terdapat 12 kali, sejumlah bulan dalam setahun.
2. Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada ‘tujuh’ dan penjelasan ini diulanginya sebanyak ‘tujuh kali’ pula, yaitu pada S. Al-Baqarah (2):29, Al-Israa’ (17):44, Al-Mu’minuun (23):86, Fushshilat (41):12, Ath-Thalaaq (65):12, Al-Mulk (67):3, dan Nuh (71):15.
3. Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nadzir (pemberi peringatan) keseluruhannya berjumlah 518 kali, dan jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi dan rasul, serta pembawa berita tersebut, yakni 518 juga.
Dari pemaparan-pemaparan diatas, apakah kita masih tidak percaya bahwa Al-Qur’an memang firman Tuhan ? Rasanya orang jenius bagaimanapun tidak akan mungkin dapat membuat ayat-ayat yang bunyinya seperti ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Saking tidak mungkinnya manusia dan makhluk lainnya dapat membuat ayat yang seperti ayat-ayat Al-Qur’an, Allah pun sempat menyindir :
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
[2:23] Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah31 satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ وَلَن تَفْعَلُواْ فَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
audio[2:24] Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) – dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya) -, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.
فَمَا لَكُمْ فِي الْمُنَافِقِينَ فِئَتَيْنِ وَاللّهُ أَرْكَسَهُم بِمَا كَسَبُواْ أَتُرِيدُونَ أَن تَهْدُواْ مَنْ أَضَلَّ اللّهُ وَمَن يُضْلِلِ اللّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً
[4:88] Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan328 dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah329 ? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk ) kepadanya . ( Oleh : Mattaul  Ada ).

TAMAT