Hikmah Nuzulul Qur’an
Oleh : Dr.H.M.
Roem Rowi,MA.
Al Qur'an secara riil baru turun dan diterima Rasulullah
kurang lebih 15 abad yang lalu. Namun nilai, hikmah, dan mutiaranya telah hadir
jauh sebelum itu, yaitu bersama kehadiran manusia itu sendiri di planet bumi
ini. Hal itu disebabkan :
1.
Pertama
Kehadiran Al Qur'an memang semata-mata karena manusia untuk manusia dan hanya menggarap manusia. Meski akan dan pasti berimplikasi global lagi total. Manusia nyaris segala-galanya bagi Al Qur'an.
Kehadiran Al Qur'an memang semata-mata karena manusia untuk manusia dan hanya menggarap manusia. Meski akan dan pasti berimplikasi global lagi total. Manusia nyaris segala-galanya bagi Al Qur'an.
2.
Kedua
Al Qur'an, baik secara etimologi maupun terminologi adalah himpunan dan capita selecta, himpunan hikmah dan mutiara kebenaran ajaran yang pernah diturunkan oleh Al Khalik kepada setiap Nabi dan Rasul, sejak era Nabi Adam A.S. sampai dengan Nabi besar Muhammad SAW untuk menuntun dan membimbing umat manusia menuju suatu tujuan yang akan mampu mempertahankan harkat dan martabatnya yang teramat mulia lagi berkualitas membahagiakan dan mensejahterakannya serta menyelamatkannya dari hal-hal yang menyesatkannya; lagi menjatuhkannya dari derajat, harkat, dan martabatnya yang mulia dan sangat terhormat tersebut. Karenanya, untuk menunjukkan betapa penting dan vitalnya kehadiran Al Qur'an bagi manusia dan totalitas alam semesta, serta fatalnya akibat mengubah dan mengabaikannya, Allah sendiri perlu menegaskan jaminan kelestarian Al Qur'an dan otensitasnya (15:9). la dan nilainya akan tetap lestari dan abadi atas jaminanNya. Untuk memvisualisasikan nilai tambah produktifitas dan dampak positifnya terhadap manusia dan jagad raya, digambarkan bahwa malam Qodar yang bertepatan denga turunnya Al Qur'an dan bersentuhan dengannya, mendapatkan percikan nilai tambah (berkah) dari padanya sehingga melampaui dan memecahkan rekor nilai ibadah dan berjihad selama 1.000 bulan (kurang lebih 83,33 tahun) secara terus menerus (97 : 1-5).
Al Qur'an, baik secara etimologi maupun terminologi adalah himpunan dan capita selecta, himpunan hikmah dan mutiara kebenaran ajaran yang pernah diturunkan oleh Al Khalik kepada setiap Nabi dan Rasul, sejak era Nabi Adam A.S. sampai dengan Nabi besar Muhammad SAW untuk menuntun dan membimbing umat manusia menuju suatu tujuan yang akan mampu mempertahankan harkat dan martabatnya yang teramat mulia lagi berkualitas membahagiakan dan mensejahterakannya serta menyelamatkannya dari hal-hal yang menyesatkannya; lagi menjatuhkannya dari derajat, harkat, dan martabatnya yang mulia dan sangat terhormat tersebut. Karenanya, untuk menunjukkan betapa penting dan vitalnya kehadiran Al Qur'an bagi manusia dan totalitas alam semesta, serta fatalnya akibat mengubah dan mengabaikannya, Allah sendiri perlu menegaskan jaminan kelestarian Al Qur'an dan otensitasnya (15:9). la dan nilainya akan tetap lestari dan abadi atas jaminanNya. Untuk memvisualisasikan nilai tambah produktifitas dan dampak positifnya terhadap manusia dan jagad raya, digambarkan bahwa malam Qodar yang bertepatan denga turunnya Al Qur'an dan bersentuhan dengannya, mendapatkan percikan nilai tambah (berkah) dari padanya sehingga melampaui dan memecahkan rekor nilai ibadah dan berjihad selama 1.000 bulan (kurang lebih 83,33 tahun) secara terus menerus (97 : 1-5).
Tentu ini berarti pula, bahwa setiap muslim siapapun
manusianya mampu membuat dirinya lebih bernilai daripada ribuan atau jutaan
orang manusia lainnya, asal ia siap mendapatkan sentuhan-sentuhan Al Qur'an
dalam segala aspek kehidupannya. lapun bisa lebih hebat dari nilai malam Qadar
itu sendiri, manakala ia telah berinteraksi positif dengan nilai-nilai Al
Qur'an. Kiranya iapun harus terpacu untuk menjadikan dirinya manusia yang lebih
menekankan kualitas dan produktifitas, daripada sekedar puas dengan kuantitas.
Dalam banyak ayat, Al-Qur'an menegaskan pengakuannya akan
potensi dan keunggulan-keunggulan yang diberikan dan diamanatkan kepada mahluk
yang bernama manusia, yaitu:
1.
la dimuliakan dan diistimewakan di atas segenap mahluk yang lain dengan
kemampuanmenjelajahi dan mengeksploitasi segala penjuru jagad raya (17:70).
2.
la dipercaya sebagai Khalifah dan mandataris-Nya di bumi karena
kemampuannya menyerap dan mengembangkan IP-TEK (2 :30-31 :165).
3.
Karenanya pula malaikat, mahluk yang lebih suci, itupun diperintahkan
untuk sujud dan hormat kepadanya (2:34).
4.
Diciptakan-Nya dalam bentuk dan struktur yang paling baik, lengkap dan
sempurna (95:5).
5.
Ditundukkannya seluruh jagad raya untuk mengabdi kepada kepentingannya
(31:21, 45:13, 14:32-34).
6.
Dibekalinya dengan sarana pengindera, kekuatan akal sebagai pengendali,
otak dan nalar sebagai daya cipta, perasaan dan kalbu sebagai referensi dan
timbang rasa nafsu dan keinginan sebagai motor pendorong dan dinamika (16:78).
7.
Dibekalinya dengan potensi dan kecenderungan bertauhid sebagai fitrahnya
(30:30, 7:172-173).
8.
Iapun bebas memilih, menentukan dan memutuskan setelah Allah memilah dan
menunjukkan (18:29,76:3,2:256). Dalam konteks ini memilih kufur sekalipun
dipersilahkan.
Di sisi lain Al-Qur'an mengingatkan manusia akan berbagai keterbatasan, kelemahan, dan
kekerdilannya yang menjadi kendalanya bahkan tidak jarang pula menjerumuskannya
dan membinasakannya,antara lain :
1.
Kecenderungan melampaui batas dan mengambil jalan pintas, lebih-lebih bila
telah merasa cukup ilmu dan segala sarana yang mendukungnya (96:6-7, 28:78).
2.
Kecerobohan, ketergesaan dan kejahilannya (17:11, 33:72).
3.
Kekufuran clan kecilnya keterbukaan untuk secara satria menerima kebesaran
tuntutan Tuhannya (17:89,25:50,14:34, 100:6), dan mengakui kesalahannya.
4.
Rawan dan lemahnya daya tahan mental spiritual dalam menghadapi berbagai
tantangan dan ujian kehidupan (70:19-22, 17:83).
5.
Kecenderungan yang cukup berlebihan dan serakah kepada dunia, materi serta
lalai akan tanggung jawab akhirat (75:20-21, 85:16-17, 89:19-20, 100:8).
6.
Keterbatasan kemampuan fisik, termasuk akal fikiran dan masih banyak lagi
kelemahan lain yang sering tidak disadarinya (4:28, 8:66, 30:54).
Karena kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang
jauh lebih banyak daripada keunggulan-keunggulan yang dimiliki manusia itulah
Al Qur'an senantiasa mengingatkan agar selalu sadar bahwa keunggulan dan
supremasi yang dia miliki itu bukan jaminan baginya untuk tetap unggul, bahkan
bisa jadi sebaliknya suatu yang inheren pada dirinya. Kesemuanya itu sekedar
amanat dan pinjaman, bukan anugerah ataupun pemberian, manusia selalu
dituntun-Nya untuk menyadari, meyakini, dan mengatakan : "Tiada daya atau
kekuatan apapun kecuali dengan kekuatan (pinjaman) Allah Yang Maha Agung".
Kejatuhan Adam meski dengan keunggulan IPTEKnya harus
menjadi pelajaran sepanjang masa bagi umat manusia, anak turun Adam yang tidak
boleh terulang kembali. Pelajaran tersebut antara lain .
1.
IPTEK tanpa dipadu oleh IMTAQ hanya akan menambah keserakahan dan
kecongkakan yang akan mengantarkan umat manusia pada malapetaka dan kehancuran.
2.
Demikian halnya pelanggaran,penyimpangan, dan mengabaikan garis yang telah
ditetapkan oleh Allah yang Maha Penentu
3.
Sebaliknya, bencana dan lapetaka muncul akibat penyimpangan terhdapa
ketentuan dan ketetapan-Nya dan sekaligus sebagai andokator kuat bahwa sunnah
dan ajarannya tidak berjalan sebagaimana mestinya
4.
Qorun dengan keserakahan dan kecongkakan intelektualnya juga berakhir
sebagai akibat dari ucapannya "Segala kekayaan itu kudapatkan hanya
semata-mata karena ilmu pengetahuan”(28:78).
Karenanya sangat dimungkinkan bahwa keunggulan dan
supremasi, manusia itu,justru akan menjadikannya sebagai makhluk yang paling
rendah kualitas dan derajatnya "Kemudian Kami jungkirbaiikkan ke
derajat yang paling rendah" (95:5). Bahkan bisa lebih rendah dan lebih
brutal dari binatang sekalipun (7:179, 25:44). Manusia hanya akan mampu
mempertahankan kodrat dan martabatnya yang super bila mampu mengintegrasikan
antara IMTAQ, IPTEK & MORAL
"Kecuali mereka yang beriman dan shaleh
(berama,baik)" (95:6),
"Allah (hanya) meninggikan derajat orang-.orang yang
ber-MITAQ lagi ber-IPTEK (58:1I).
Kejatuhan manusia pasti akan terjadi manakala ia tidak
mampu mengendalikan dirinya, nafsu dan ambisinya atau kalau justru ia yang
dikendalikan oleh nafsunya. Hakekatnya, kita ini baru manusia dan hanya manusia
selama kita mampu mcngendalikan, menguasa, dan mengerahkan diri kita secara
utuh kepada yang haq Juga selama kita masih mau menjaga jarak antara kita dan
dunia materi serta mampu pula menundukkan dan mengeksploitasi alam ini agar
hanya untuk mengabdi kepada kepentingan kita, sebab Allah berfirman dalam suatu
hadist Qudsi Artinya : "Wahai anak Adam! Aku ciptakan kamu hanya
semala-mata untuk mengabdi kepadaKu. Sementara segalanya ini (alam) Aku
ciptakan semata-mata agar mengabdi kepadamu. Maka jangan sekali-kali kamu
disibukkan dan dininabobokan oleh segala hal yang seharusnya semata-mata hanya
mengabdi untuk kepentinganmu, sehingga kamu lalai akctn dirimu yang semata-mata
hanya untuk mengabdi kepada-Ku".
Karenanya, Allah akan membiarkan sesat orang-orang yang
mempertuhankan dan diperbudak oleh hawa nafsunya, membiarkan mereka tertutup
rapat pendengaran, akal dan penglihatan mereka, meskipun mereka itu orang
berIPTEK dan cerdik cendekia (45:23).
Memang ayat pertama adalah perintah untuk membaca,
mengamati, mengkaji, dan meneliti. Sungguh unik dan tiada duanya, apalagi objek
yang harus dibaca dan diteliti sama sekali tidak dibatasi dan tidak ditentukan
oleh Allah. Ini berarti bahwa apapun harus kita baca, kita teliti, dan kita
kaji. Tersirat pula dalam redaksi tersebut bahwa Islam menempatkan ilmu di atas
segala-galanya. Namun ayat yang sama mengingatkan kita bahwa objek kajian dan
penelitian tersebut haruslah tetap dalam kerangka Rububiyah Allah Tuhan Penata
dan Pemelihara alam semesta tidak boleh terputus dari padaNya. Karenanya Allah
menyatakan: "Bacalah dengan nama Tuhanmu (Penata dan Pemelihara alam
semesta) ".
Al-Qur'an tidak melihat adanya pemisahan dan keterputusan antara ilmu apapun dengan peran dan keberadaan Tuhan di dalamnya. Kiranya mengkaji bidang/disiplin ilmu apapun, haruslah ditampakkan benang merah yang menghubungkan antara peran dan keberadaan Allah Al Khalik (rububiyah-Nya) dibalik ilmu tersebut. Tanpa adanya upaya untuk mengkolerasikan antara keduanya, pasti hanya akan menghasilkan ilmu dan ilmuwan yang sekuler dan dikhotomis, yang tidak dikenal oleh Al Qur'an maupun Islam, dan juga nyaris tidak mengenal Tuhannya. Akibat dari padanya pun agaknya sudah cukup lama kita rasakan dan cukup membuat manusia menderita.
Al-Qur'an tidak melihat adanya pemisahan dan keterputusan antara ilmu apapun dengan peran dan keberadaan Tuhan di dalamnya. Kiranya mengkaji bidang/disiplin ilmu apapun, haruslah ditampakkan benang merah yang menghubungkan antara peran dan keberadaan Allah Al Khalik (rububiyah-Nya) dibalik ilmu tersebut. Tanpa adanya upaya untuk mengkolerasikan antara keduanya, pasti hanya akan menghasilkan ilmu dan ilmuwan yang sekuler dan dikhotomis, yang tidak dikenal oleh Al Qur'an maupun Islam, dan juga nyaris tidak mengenal Tuhannya. Akibat dari padanya pun agaknya sudah cukup lama kita rasakan dan cukup membuat manusia menderita.
Dalam aspek moralitas, tampak bahwa Al Qur'an pun
menekankan adanya kesatuan yang utuh dan padu antara aqidah syariah dan
ahlak/moral. Ahlak moral bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri dan terpisah
dalam ajaran Al Qur'an , dari yang lain.
Karenanya, bukanlah aqidah yang benar jika tidak
menghasilkan ibadah yang benar pula. Tidaklah ada artinya yang tidak
menghasilkan ahlak karimah (moral terpuji). Begitu juga yang tidak berasaskan
aqidah dan syariat, bukanlah moral yang sebenarnya. Maka ahlak adalah jabaran
praktis dari ibadah dan ibadah adalah jabaran konkrit dari aqidah.
Dalam konteks ini Al-Qur'an juga tidak hadir dengan teori-teori ahlak yang rumit dan pelik, lagi
tidak membumi sebagai yang dihadirkan oleh para filosof. Al Qur'an hanya
menunjukkanmana yang haq (benar) dan mana yang salah, disertai contoh konkrit
dan praktis dengan menunjuk figur yang memperbuatnya sehingga menjadi lebih
membumi praktis dan realistis. Bahkan seluruh nilainya telah teruji cobakan
dalam sejarah perjalanan umat manusia. Praktek kehidupan Rasul adalah jabaran
moral Al Qur'an, sedang Al Qur'an adalah gambaran tentang ahlak Rasul,
sebagaimana jawaban Aisyah, istri beliau ketika ditanya tentang itu : Artinya : 'Akhlak Rasulullah adalah
Al Qur'an".
Agaknya masalah keteladanan adalah unsur yang sangat penting dan ditekankan. Al Qur'an juga hanya berorientasi pada yang benar bukan hanya baik, apalagi sekedar yang enak. Karenanya sejak lembar pertamanya Al Qur'an sudah menyatakan bahwa seluruh kandungannya bernilai pasti, benar, dan tidak sedikitpun yang meragukan (2:2). Dalam berpuluh-puluh ayat yang lain Al Qur'an memproklamirkan dirinya hanya untuk dengan kebenaran yang mutlak (haq) dan hanya bermuatan yang haq itu pula (a.l. 13:1, 17:105) sempurna tanpa sedikitpun cacat atau salah (11:1, 18:1, 41:42). Penegasan demikian tentunya bukan saja wajar, melainkan perlu, penting, dan harus. Sebab ia datang dari Dzat yang Maha Benar dan fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk haruslah benar, jelas, dan tegas. Sementara kebenaran maupun kebaikan menurut manusia sangat relatif bahkan bias, akibat keterlibatan kepentingan dan interest mereka, di samping keterbatasan akal manusia. Padahal kalau saja kebenaran itu harus mengikuti keinginan dan kepentingan mereka yang dhaif dan relatif itu, resikonya sangat mengerikan, hancur binasanya jagad raya lengkap dengan seluruh isinya (23:71)
Agaknya masalah keteladanan adalah unsur yang sangat penting dan ditekankan. Al Qur'an juga hanya berorientasi pada yang benar bukan hanya baik, apalagi sekedar yang enak. Karenanya sejak lembar pertamanya Al Qur'an sudah menyatakan bahwa seluruh kandungannya bernilai pasti, benar, dan tidak sedikitpun yang meragukan (2:2). Dalam berpuluh-puluh ayat yang lain Al Qur'an memproklamirkan dirinya hanya untuk dengan kebenaran yang mutlak (haq) dan hanya bermuatan yang haq itu pula (a.l. 13:1, 17:105) sempurna tanpa sedikitpun cacat atau salah (11:1, 18:1, 41:42). Penegasan demikian tentunya bukan saja wajar, melainkan perlu, penting, dan harus. Sebab ia datang dari Dzat yang Maha Benar dan fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk haruslah benar, jelas, dan tegas. Sementara kebenaran maupun kebaikan menurut manusia sangat relatif bahkan bias, akibat keterlibatan kepentingan dan interest mereka, di samping keterbatasan akal manusia. Padahal kalau saja kebenaran itu harus mengikuti keinginan dan kepentingan mereka yang dhaif dan relatif itu, resikonya sangat mengerikan, hancur binasanya jagad raya lengkap dengan seluruh isinya (23:71)
Meskipun demikian, penegasan-penegasan bisa menjadi tidak
berarti sama sekali, manakala prinsip Syahadah Tauhid (Monotheisme) belum
tumbuh dan terbangun secara kokoh dalam diri setiap muslim umat Al-Qur'an. Dalam
kondisi demikian tentu sulit diharapkan untuk senantiasa bertahkim kepada Al
Qur'an dan menjadikan Al Qur'an sebagai acuan pertama dan utama serta menerima
kemutlakan kebenrannya yang menjadi kewajiban setiap individu sebelum secara
kelembagaan
Moralitas yang baik, kokoh dan konsisten hanya akan muncul
dari pribadi yang senantiasa merasakan kehadiran Allah bersamanya, untuk
menuntun hati nurani dan nalurinya di samping juga mengawasinya. Juga yang
selalu sadar dan merasakan pengawasan melekat oleh malaikat di kanan kirinya
sebelum pengawasan oleh sesamanya.
Begitu juga yang senantiasa sadar bahwa segala perbuatannya
harus dipertanggungjawabkan di hadapan Khaliknya yang Maha Adil dan tidak
mengenal rekayasa. Mereka itulah pengemban amanat Allah yang sebenarnya sadar
akan tugas dan fungsinya yang harus tunduk kepadanya (beribadah) (51:56).
Agaknya, memang itulah misi dan tujuan utama kehadiran Al Qur'an dan nabi besar Muhammad SAW, dalam sabdanya :
Artinya : "Aku diutus semata-mata hanya untuk mewujudkan pribadi yang
berahlak mulia lagiparipurna”
Kiranya pribadi-pribadi yang bermoralitas Al-Qur’an sedemikian rupa, sangat dibutuhkan untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Peluang dan sekaligus tantangan ini tentunya harus dijawab oleh umat ini. Mampukah kita mengaktualisasikan potensi kekuatan etik dan moral Al-Qur'an ini untuk mengarahkan, lebih mensukseskan dan mengamankan pembangunan? Sekaligus membuktikan bahwa kita ini adalah Khoiru Ummah dan Rahmatan Lil'alamin ?
Kiranya pribadi-pribadi yang bermoralitas Al-Qur’an sedemikian rupa, sangat dibutuhkan untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Peluang dan sekaligus tantangan ini tentunya harus dijawab oleh umat ini. Mampukah kita mengaktualisasikan potensi kekuatan etik dan moral Al-Qur'an ini untuk mengarahkan, lebih mensukseskan dan mengamankan pembangunan? Sekaligus membuktikan bahwa kita ini adalah Khoiru Ummah dan Rahmatan Lil'alamin ?
Umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa ini, tentu
bukan saja yang paling berkepentingan terhadap hasil pembangunan, melainkan
juga yang harus paling bertanggung jawab atas kebenaran arah, aman, dan
suksesnya pembangunan.Dan pembangunan suatu bangsa dan negara tidak mungkin
akan sukses, tanpa adanya pelaku-pelaku pembangunan yang bermoral terpuji dan
handal. Kiranya benarlah kata ahli hikmah : "Eksistensi suatu
umat/bangsa semat-mata tergantung kepada eksistensi akhlak dan moralnya. Bila
moral mereka bejat, maka pastilah bangsa itu akan binasa.
Demikianlah sekelumit hikmah Nuzulul Qur'an dan kaitannya dengan pembinaan Ahlaqul Karimah. Kiranya umat ini perlu segera mengadakan gerakan nasional untuk memahami dan kembali kepada Al Qur'an, untuk kita jadikan anutan dan acuan dalam rangka menyukseskan pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia menuju terwujudnya Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur.
Demikianlah sekelumit hikmah Nuzulul Qur'an dan kaitannya dengan pembinaan Ahlaqul Karimah. Kiranya umat ini perlu segera mengadakan gerakan nasional untuk memahami dan kembali kepada Al Qur'an, untuk kita jadikan anutan dan acuan dalam rangka menyukseskan pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia menuju terwujudnya Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghafur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar