Selasa, 23 Juni 2009

PERBEDAAN DI TOLERANSI

Terkait dengan dekadensi akidah di kalangan umat, maka beberapa waktu lalu, Mimbar Ulama, mewawancarai Ketua MUI KH Ma’ruf Amin.

Berikut petikannya:

T : Dalam Rakernas MUI 2007 lalu dikeluarkan pedoman identi-fikasi aliran sesat. Bisa Bapak ceritakan tentang perihal tersebut?

J : Aliran sesat ini berkembang sebagai pengaruh dari adanya reformasi yang kebablasan. Dengan adanya tuntutan kebebasan ini, sehingga melahirkan aliran-aliran sesat. Yang lama semakin berkembang, kemudian tumbuh yang baru. Untuk itu, MUI selalu menjaga akidah umat dengan mengeluarkan fatwa-fatwa. Dan pada Rakernas kemarin itu kita pertegas supaya nantinya tidak beda, maka kita buat pedomannya. Tujuannya untuk menyamakan agar tidak terjadi perbedaan yang dapat menimbulkan masalah. Sehinga dapat diketahui, yang termasuk aliran sesat adalah yang memenuhi kriteria itu.

T : Bagaimana proses penetap-kan sebuah aliran dinyatakan sesat?

J : MUI dalam menetapkan aliran sesat biasanya dengan terlebih dahulu melakukan investigasi. Setelah diketahui betul bahwa mereka sesat, biasanya kita menghimbau mereka. Ini dilakukan sebelum fatwa keluar. Apabila mereka mau, biasanya kita tidak perlu mengeluarkan fatwa sesat. Kita membimbing mereka, untuk meninggalkan yang sesat. Tetapi jika mereka tidak mau, barulah kita mengeluarkan fatwa dan kita ajukan dia untuk dilarang. Itulah prosesnya.

T : Bagaimana Bapak melihat komentar sebagian kecil yang mengkritisi fatwa sesat yang dikeluarkan MUI? J : Sekarang ini ada kelompok pembela HAM sekuler. Mereka membela agar aliran sesat ini tidak dilarang. Menurut mereka itu bagian dari kebebasan dan perbedaan. Kita mengatakan bahwa itu bukan perbedaan, tapi penyimpangan.

T : Apa bedanya perbedaan dengan penyimpangan?

J : Kalau perbedaan dapat ditoleransi, tapi kalau penyimpangan diamputasi. Agama bertindak di dalam perbedaan agama. Lakum diynukum waliyadin. Di dalam Islam ada perbedaan pendapat. Seperti mazhab. Itulah yang kami anggap perbedaan. Tetapi kalau sudah menyimpang dari sesuatu yang disepakati oleh umat Islam, itulah yang dinamakan penyimpangan. Kita sedang menghadapi konflik dengan pembela HAM sekuler. Menurut mereka HAM itu tidak tanpa batas. Kalau HAM konstitusi itu ada batasnya, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No 23 disebutkan: “Dengan memperhatikan agama dan undang-undang”. Orang-orang yang sekarang dengan dalih HAM dan kembali ke konstitusi. Padahal mereka melanggar konstitusi. Mereka kelihatannya sekarang berusaha membongkar batasan-batasan yang sudah ada termasuk penodaan agama.

Padahal, yang menjadi dasar untuk menghentikan gerakan sesat itu karena penodaan agama, KUHP 156 A. Mereka ingin semua itu dicabuti mereka tidak mau menggunakan itu. Nah, itu berarti melanggar konstitusi.

T : Ada tuduhan bahwa fatwa MUI melanggar konstitusi?

J : Itu tidak benar, karena kita sesuai dengan konstitusi. Konstitusi memberi ruang kepada agama dan agama itu butuh kepada fatwa. Untuk mengatakan ini benar atau tidak benar. Mereka memang mem-persoalkan itu. Pernah ada yang mengatakan bahwa kalau ada penyimpangan, siapa yang berhak mengatakan penyimpangan, itu hak Tuhan. Saya bilang ya, tapi Tuhan sudah memberikan otoritas pada nabinya, nabilah yang menjelaskan hak dan batil. Sesudah nabi wafat, otoritas itu ada pada ulama, karena kata nabi: al-‘ulama warosatul anbiya. Ulama itu bukan orang-perorang, tapi ada forumnya. Baik nasional maupun internasional. Nasional Indonesia forumya MUI. Maka otoritasnya ada pada MUI. Ini yang belum mereka terima

T : Sebenarnya mereka mewa-kili siapa? Mereka mewakili globalisasi dengan HAM Sekuler. Jadi mereka ingin mensekulerkan tatanan kehidupan di negeri ini. Saya bilang, negeri ini bukan negara sekuler, yang membiarkan penyimpangan terjadi. Indonesia ini memang bukan negara agama, tapi negara Pancasila yang menghormati nilai-nilai dan kedudukan agama. Karena itu kita bukan seperti sekuler yang memperbolehkan orang menyimpang. Di kita kebebasan agama itu dibarengi dengan perlindungan kemurnian agama.

T : Langkah apa yang akan dilakukan MUI ke depan?

J : Strategi MUI tentu akan terus. Bukan hanya memberi arahan kepada Pemerintah dan bimbingan kepada masyarakat, kita akan mempertahankan semua bentuk aturan yang menjaga kehidupan agamis. Bahkan kita akan memperkuat lahirnya peraturan undang-undang yang menjaga/memagari umat dari pornografi, pornoaksi. Kita akan mempertahankan pasal-pasal tentang penodaan. Bahkan kita ingin lebih diperkeras lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar