Mendongeng bukan sekadar ritual lawas menjelang tidur. Bila
dilakukan secara tepat, kebiasaan itu merupakan investasi jangka panjang.
Manfaatnya sangat besar dalam pembentukan karakter dan pola pikir anak. Setelah
puas bermain di taman belakang rumahnya yang asri di kawasan Jakarta Selatan,
siang itu, 14 Desember, Abelle, 2,5 terlihat agak rewel. Dia merajuk kepada
sang mama, Chica. Perempuan berambut sebahu tersebut sudah paham. Putrinya
kelelahan dan ingin tidur siang. Dengan lembut, Chica mengusap rambut Abelle
yang berkeringat. Lantas meminta Abelle memilih sendiri buku yang ingin
dibacakan. ’’Setiap mau tidur, Abelle suka dibacakan cerita. Kakaknya, Anya,
juga begitu,’’ kata perempuan 33 tahun tersebut. Setelah memilih sendiri buku
yang diinginkan, Abelle menggelayut manja di pelukan sang mama. Awalnya, Abelle
ikut antusias menunjuk gambar di dalam buku cerita, sesekali berceloteh
menimpali cerita mama. Tak lama kemudian, sambil mendengarkan suara mama,
perlahan-lahan bocah cute itu memejamkan mata.Chica berbisnis dari rumah.
Karena itu, dia bisa intens merawat dua buah hatinya. Dia menyatakan sudah
membiasakan mendongeng sejak anak-anaknya bayi. Menurut dia, dongeng bukan
hanya kisah pengantar tidur. Ia memperkuat bonding (ikatan) antara orang tua dan
anak. Selain itu, ada nilai-nilai positif yang bisa diselipkan dalam jalinan
cerita tersebut.
Elizabeth Santosa MPsi, psikolog dari Yayasan Praktik
Psikolog Indonesia, memaparkan, banyak aspek yang bisa dikembangkan dari
mendongeng. Selain emotional bonding, mendongeng adalah momen bagi orang tua
untuk mentransfer nilai moral kepada si buah hati. ’’Bila dilakukan dengan
tepat, manfaat dongeng besar sekali,’’ ucapnya. Lalu, seperti apa cara
mendongeng yang tepat? ’’Jangan lupakan aspek interaksi dan komunikasi,’’ papar
perempuan yang juga berpraktik di Wellness Development Center itu. Ketika anak
sudah bisa berbicara, setelah orang tua bercerita, ajaklah mereka membahas isi
cerita, tokohnya, bagaimana sifatnya, serta mana sikap yang boleh dicontoh dan
mana yang tidak. Menurut dia, dongeng sudah bisa dibiasakan sejak anak masih di
dalam kandungan. Para bunda bisa mengajak si kecil di dalam perut berbicara.
Tentu, kebiasaan tersebut kudu dilanjutkan saat si anak lahir. Lantaran setiap
hari mendengarkan cerita dari ayah dan bunda, kosakata anak tentu bertambah.
Dengan berdiskusi tentang isi cerita, anak diajak memberikan pendapat. Hal itu
pasti juga merangsang pola pikir kritis anak dan melatih logika berpikirnya.
Yang tak tertinggal, unsur kreativitas dan imajinasi anak terangsang. ’’Kadang
kita tidak menyadari betapa besar manfaatnya. Mendongeng itu investasi jangka
panjang. Ia terbawa hingga proses tumbuh kembang anak,’’ urai perempuan yang
akrab disapa Lizzie tersebut. Melatih kreativitas dan menggali imajinasi anak
bisa dilakukan dengan memintanya bercerita. Jadi, bukan hanya orang tua yang
membacakan cerita, mintalah si kecil yang bercerita. Dia bisa mengarang sendiri
karakternya. ’’Berikan dia tantangan. Besok giliran Adik ya yang cerita.
Misalnya, bikin karakter si janggut panjang, sifatnya suka menolong, siapa saja
yang ditolong, minta si kecil melanjutkan ceritanya,’’ ujar Lizzie. Untuk
merangsang memori anak, lakukan pengulangan terus-menerus. Karena pada usia
batita anak belum memiliki konsep abstrak, orang tua bisa menggunakan media
bantuan. Misalnya, buku cerita bergambar atau boneka. Selanjutnya, orang tua
bisa ikut mengasah kreativitas dengan memanfaatkan peranti bercerita buatan
sendiri atau yang ada di sekitar rumah. (nor/c5/dos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar